Agenda Komunitas: Pertunjukan Kumpulan Bunyi Sunya

Pertunjukan bunyi oleh Kumpulan Bunyi Sunya ini berangkat dari konsepsi waktu atau “Wayah”, yang dalam pengertian tertentu bisa dimaknai sebagai temporalitas atau ‘kewaktuan’, sebagai pengertian waktu yang bukan dibayangkan sebagai peristiwa yang mekanis apalagi linear.

Dari wayah atau waktu sebagai temporalitas inilah yang kemudian, komposisi dalam pertunjukan ini mencoba menghadirkan suara yang berasal dari keresahan terhadap kehidupan sosial di Citayam Kabupaten Bogor, sebagai sebuah relasi sosial beserta pengalamannya yang dalam lingkungan suara (soundscape) tidak lagi otentik, karena suara-suara yang memang bukan dari DNA sejarah dan keseharian warga Citayam.

Beberapa suara yang memiliiki DNA dari sejarah pertukaran yang otentik dengan entitas luar dalam sejarah masyarakat Citayam, seperti musik-musik barat di era Kolonial, mengalami akulturasi dan pertukaran yang setara seperti yang kita kenal di dalam Musik Gambang Kromong sebagai bentuk pergaulan suara dari entitas global yang dianasirkan oleh warga sebagai sebuah produk kebudayaan yang otentik.

Kini suara-suara kultural Gambang Kromong hampir punah, karena dipengaruhi oleh lingkungan bunyi dari luar yang saling bersaing melalui dominasi suara, yang kehadirannya menjadi tidak lagi otentik di bawah dan atas nama agama yang lebih menekankan ‘teks’ daripada suara, dan kebudayaan populis seperti musik dangdut atas nama massa.

Dalam konsepsi wayah, teks dan suara sebenarnya adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan, karena memikirkan pada waktu kapan suara dihadirkan secara organik dengan lingkungan sekitar, sementara agama dan juga kebudayaan massa seringkali mengangungkan teks tanpa memikirkan suara, sehingga cenderung lebih terdengar seperti kekuasaan yang mengokupasi semua ruang waktu di bawah atas nama “Tuhan”.

Dalam pertunjukan ini, Kelompok Kumpulan Bunyi Sunya mencoba menghadirkan komposisi berdasarkan realitas ‘noise’ di daerah Citayam, yang membentuk nasib suara dan bebunyian Gambang Kromong hari ini, yang telah terdistorsi dan terdekontruksi.

Catatan Dramaturgi: @akbaryumni