Lingkaran Jokowi Mulai Merambat ke Bogor, Kita Harus Apa?

Dok. halimunsalaka


Kontestasi Pemilihan Walikota Bogor dimeriahkan dengan terjunnya “orang dekat” Jokowi atau tepatnya Sekretaris Pribadi (Sespri) Ibu Negara Iriana, Sendi Fardiansyah. Sendi dikabarkan siap untuk maju menjadi F1 Kota Bogor di Pilkada November 2024 mendatang.

Kemeriahan ini tentu sedikit banyaknya akan mengganggu psikologis calon lainnya yang sudah ancang-ancang jauh-jauh hari untuk menjadi Walikota pengganti Bima Arya. Sebab, dalam sejarah perpolitikan Indonesia belakangan ini, keluarga Jokowi tidak pernah gagal dalam memenangkan kontestasi baik tingkat Kota hingga pusat seperti saat ini.

Kita tidak boleh suudzon kepada Jokowi yang dinilai menghalalkan segala cara untuk memenangkan anaknya, Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi Wakil Presiden mendampingi Prabowo Subianto. Semua sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, meski peraturan pendaftaran sempat terganggu karena batas usia. Namun, semuanya lewat juga karena Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan batas usia minimal yang membuat Gibran masuk sebagai kontestan hingga menjadi Cawapres terpilih berdasarkan hasil akhir KPU RI.

Ya, memang perjalanan politik Jokowi sebelum lengser membuat tidak sedikit orang mengelus dada. Pengalaman Gibran menjadi Walikota Surakarta yang belum genap satu periode, nampak membuat masyarakat yakin bahwa Gibran merupakan sosok muda yang layak menjadi Cawapres. Begitupun adik Gibran, Kaesang Pangarep membuktikan bahwa trah Jokowi “ditakdirkan” menjadi politisi Nasional meski kita tidak tahu bagaimana proses dia dalam dunia politik.

Tapi, bisa saja, Kaesang belajar tentang politik sebelum benar-benar terjun ke dunia politik. Buktinya, PSI tanpa ragu memberikan jabatan Ketum kepada dirinya meski baru masuk seumur jagung (hayoh heuheu). Keberhasilan anak hingga menantu Jokowi di dunia politik, tentu tidak lepas dari restu dan doa Jokowi. Sehingga wajar saja mereka bisa mencapai apa yang mereka inginkan. Bahkan, Prabowo Subianto pun meminta izin Jokowi untuk maju dalam kontestasi Pilpres. Lagi-lagi, Prabowo pun berhasil menjadi Presiden ke-8 Republik Indonesia.

Jadi, wajar saja Sendi Fardiansyah juga meminta restu Jokowi untuk maju di Pilkada Kota Bogor. Sebab, Sendi mungkin menyakini dengan izin dan restu Jokowi, bakal bernasib sama dengan anak, menantu, dan Prabowo Subianto dalam perpolitikan Indonesia(?).

Kita Harus Apa?

Sebetulnya, kita tidak perlu berpikiran jauh ataupun khawatir atas kemungkinan buruk orang-orang Jokowi yang masuk dunia politik. Meski sejumlah akademisi menilai adanya degradasi demokrasi di Era Jokowi, buktinya kita masih baik-baik saja dan anak Jokowi malah terpilih dalam kontestasi. Aneh bin ajaib. Masyarakat lebih mendengar komentar baik netizen, hati dan pikiran mereka. Terus mau gimana lagi?

Demokrasi Indonesia itu One Man One Vote, meski ratusan akademisi menilai adanya penurunan kualitas demokrasi, namun masih ada puluhan bahkan ratusan juta manusia lainnya yang memiliki hak untuk memilih. Kita tidak bisa memperbaiki demokrasi (yang kata para akademisi menurun) dengan keinginan sendiri, jika keinginan orang lain adalah memperbaiki gizi.

Sendi tentu telah matang untuk meminta restu Jokowi, dan mempublikasikan diri bahwa dirinya orang dekat Jokowi meski pasti ada pro dan kontra di lapisan masyarakat. Namun, selama tidak melanggar aturan, ya boleh-boleh saja kan? Toh tak bakalan merusak kualitas pemilu kok, pemilu kita sudah dinilai baik oleh Jokowi, sehingga Pilkada juga mungkin tidak akan jauh. Sebab, penyelenggaranya juga itu-itu saja.

Kendati demikian, nurani sebagai manusia yang manusiawi tentu akan menolak pelanggar etik, moral dan aturan. Namun, lagi-lagi pelanggar etik, moral dan aturan yang disudutkan salah satu paslon kepada paslon lainnya tidak terbukti. Buktinya, tiada sanksi bagi para kontestan di Pilpres kemarin. Tambah aneh bin ajaib kan Heuheu.

Disclaimer: Redaksi Halimun Salaka tidak pernah dan tidak akan pernah mendukung salah satu kontestan baik Pilpres, Pileg, dan Pilkada lewat media ini. Kita akan terus berusaha independen di tengah sejumlah media massa yang mulai tergerus Independensinya.