Melihat Calon Pemimpin Kabupaten Bogor, Siapa Peduli Kesenian, Kebudayaan dan Kesusastraan?

Peta: Kab.Bogor


Hingar-bingar kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) mulai tercium baunya. Sejumlah kontestan mulai menunjukkan wajahnya ke permukaan, namun seberapa serius mereka terhadap keberadaan kesenian, kebudayaan dan kesusastraan?

Partai koalisi Prabowo-Gibran atau Capres pemenang (versi survei), sudah mulai mengusung calon-calon mereka untuk ditarungkan di Pilkada Kabupaten Bogor pada November 2024 mendatang.

Partai Golkar sudah sedari awal, bahkan sebelum Pilpres dan Pileg, menetapkan calon Bupati Bogor untuk berkontestasi di Pilkada 2024 mendatang, yakni Ade Ruhandi alias Jaro Ade yang sudah dua kali menjadi Calon Bupati. DPP Partai Golkar sudah “deal” memberikan kesempatan ketiga kali kepada Jaro Ade untuk maju di Pilkada.

Setelah Pilpres dan Pileg, partai Gerindra juga sudah memunculkan nama untuk ditarungkan dalam Pilkada, yakni Rudy Susmanto yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Bogor dan Iwan Setiawan yang merupakan mantan Bupati Bogor. Namun, Iwan belum secara terang-terangan akan maju di Pilkada, tidak seperti Rudy Susmanto yang sudah berkomentar di sejumlah media massa.

Selain itu, Partai PPP juga dikabarkan akan kembali mengusung satu calon Bupati Bogor pada Pilkada 2024 setelah menang terus menerus dan terjerat korupsi terus menerus juga. PPP dikabarkan kembali bertarung di Pilkada dengan calon Elly Yasin, yang tidak lolos di Parlemen.

Nama-nama itu sudah mulai menjadi makanan sehari-hari bagi sebagian masyarakat. Seperti layaknya kontestan politik lain, mereka rajin mempertontonkan keberpihakan mereka kepada kepentingan rakyat secara luas, meski pada akhirnya ya begitu-begitu saja.

Mengakomodir dan membranding diri sebagai wakil rakyat yang pro rakyat merupakan cara untuk menarik perhatian publik kepada mereka. Sehingga, para kontestan terus-menerus menjanjikan apa yang dibutuhkan masyarakat secara general. Namun, pernahkah kita mendengar janji-janji yang memperhatikan seni, budaya dan sastra?

Meski hanya sekedar janji, namun apa yang dijanjikan setidaknya sudah menjadi formula mereka dalam memajukan tiga sektor tersebut: minimal terpikirkan. Namun sayang, pegiat seni, budaya dan sastra suaranya tidak sebanyak masyarakat yang suka “uang” nya saja.

Seni, Budaya dan Sastra hilang di Kabupaten Bogor

Meski Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) diawali dengan kata Kebudayaan, namun pelaku hingga pemerhati kebudayaan masih belum bisa maksimal diperdayakan. Lihat saja, sanggar budaya atau budayawan mana yang sukses didorong sepenuhnya oleh pemerintah daerah?. Pemerintah masih melihat untung-rugi dalam mensejahterakan dan memajukan sektor kebudayaan. Jangan dibandingkan dengan daerah tetangga.

Fenomena ini layak menjadi acuan kita semua yang peduli terhadap pemajuan kebudayaan, kesenian hingga kesusastraan, untuk mengukur secara seksama siapa pemimpin yang benar-benar bisa merubah stigma hilangnya kebudayaan, kesenian dan kesusastraan di Bumi Tegar Beriman.

Pembuatan Perda Pemajuan Kebudayaan nampak benar-benar tidak secara serius digarap oleh pemerintah baik legislatif maupun eksekutif. Pengesahan Perda pemajuan kebudayaan tidak dirasakan semua orang yang terlibat dalam memajukan kebudayaan di wilayahnya.

Sebagai warga Kabupaten Bogor, ingin rasanya ketiga sektor itu menjadi rujukan para pegiat di luar Kabupaten Bogor. Seperti di Kota Bogor, kebudayaan, kesenian dan kesusastraan benar-benar mendapatkan perhatian lebih, bahkan tidak sedikit masyarakat Kabupaten Bogor yang aktif mengembangkan ketiga sektor itu di Kota Bogor, wilayah pecahan dari Kabupaten Bogor, miris ya! Heuheu.

Namun, ini lah realitas. Kita tidak bisa mengharapkan lebih kepada sesuatu yang sudah berjalan, namun kita bisa berharap pada seseorang yang akan memimpin di masa yang akan datang. Kita tidak perlu membading-bandingkan apa yang ada di Kota Bogor kepada Kabupaten Bogor. Kita pasti sama-sama percaya, bahwa hati para pemangku kepentingan merasa cemburu dan ingin seperti wilayah tetangganya.

Banyak hal yang mesti kita perbaiki bersama-sama, namun sayangnya kita masih hidup di negara dengan demokrasi, yang segalanya diwakilkan dan ditentukan oleh rakyat yang kita pilih menjadi seorang pejabat. Kendati seperti itu, kita masih memiliki harapan untuk sama-sama membangun kesadaran pemerintah terhadap eksistensi seni, budaya dan sastra di Kabupaten Bogor. Dengan memilih pemimpin (Bupati Bogor) yang secara spesifik membahas dan memiliki janji-janji ketiga hal itu, setidaknya kita punya angin segar agar tidak melulu pulang-pergi ke daerah tetangga untuk menonton dan menampilkan apa yang kita miliki.

Namun, sayangnya lagi, dari ketiga calon di atas, belum ada satupun yang menyentuh secara spesifik program-program pemajuan kesenian, kebudayaan, dan kesusastraan. Apakah sudah waktunya, demi kemajuan kesenian dan kebudayaan Bogor, saya mesti goro-goro untuk naik menjadi calon Bupati, mendampingi (calon Wali-Kota Bogor) @diserojakan dalam kemelut Bogor Raya ini? heuheu.***