Gambar: Pemilu nu Teu-ilu
Drama ini dimulai dengan kutipan termasyur dari seorang Machiaveli yang mengatakan bahwa: “Benteng terbaik terletak pada kecintaan masyarakat, karena walaupun kamu mempunyai benteng (yang kuat), benteng itu tidak akan menyelamatkanmu jika kamu dibenci oleh rakyat.”
Petugas KPPS langsung merespon: “Anyingsss! Kerja dari pagi buta sampai siang melotot hanya untuk para korupsi. Bangsa macam apa kami ini, Machiaveli?”
Machiaveli menjawab: “Di antara umat manusia, kita dapat mengatakan secara umum bahwa mereka (para penguasamu) sangat plin-plan, munafik, dan rakus akan keuntungan.”
Secara klimaks, drama ini menceritakan sejumlah Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Kecamatan Pamijahan mengeluhkan adanya pemotongan uang operasional yang sudah dialokasikan oleh KPU Kabupaten Bogor. Mereka mengeluh karena harus mengembalikan uang operasional ke PPS untuk kebutuhan yang tidak diketahui tujuannya.
“Awalnya Rp13.300.000 ditransfer, cuman suruh dikembalikan secara Cash Rp1.000.000 ke PPS untuk operasional yang dipegang mereka,” kata salah satu Petugas KPPS, Sabtu 17 Februari 2024.
Para petugas KPPS, PPS hanya memaparkan uang tersebut untuk biaya lain-lain. Namun, PPS tidak menjelaskan secara rinci uang tersebut untuk apa. Samsul (bukan nama asli) menjelaskan, pemotongan uang operasional juga dilakukan di Desa lainnya, di Kecamatan Pamijahan.
“Ada temen saya juga di Desa lain, biaya lain-lainnya tidak di jelaskan secara rinci hanya bilang untuk biaya operasional, bahkan untuk pengadaan ATK, pembuatan baju anggota, baju pamsung, dukungan logistik dan lainnya sudah di diakomodir oleh PPS dan harus membayar lagi ke pihak PPS nya dengan nominal 780.000, itu di luar uang biaya operasional yang 1.000.000,” papar dia.
Sumber lain menjelaskan, ia merasakan hal serupa. Dirinya menerima uang untuk kegiatan pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Namun PPS meminta uang dikembalikan Rp1.000.000 secara langsung.
“Engga mau ditransfer, mereka malah minta secara langsung. Engga tau kenapa,” jelas dia.
Ia menduga, ada permainan antara PPS dan PPK di Kecamatan Pamijahan. Sebab, lanjut dia, modus yang sama dirasakan tidak hanya satu dan dua desa.
“Hampir seluruh desa di Pamijahan merasakan hal yang sama. Entah, saya engga mau suudzon, coba tanyakan ke KPU kang,” pinta dia.
Dan sebagai penutup, drama ini sebenarnya hendak menyampaikan bahwa, kemanusiaan yang adil dan beradab dari zaman Austronesia sampai Indonesia ini hanyalah angan-angan belaka. Apalagi tentang kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, itu apalagi hanya slogan pencitraan agar mendapat kursi kekuasaan. Itulah mengapa keadilan sosial bagi seluruh rakyat(?) hanya ada di dalam diri kita masing-masing, berikut Tuhan kita masing-masing.***
Saya dinamai Egi Abdul Mugni oleh Umi. Lahir tengah malam di bulan Oktober. Saya seorang Jurnalis di Bogor.