Tiap kali ragaku terbujur
Kota yang tak pernah tidur
berbisik di atas rebahku buyung:
Kupilih menepi dari segala yang serba memacu kecepatan
Di luar kekuasaan
Raga Nagari butuh puasanya masing-masing
Bukankah bisik diriku yang terlalu letih menampung pedih meraba telinga siapa saja?
Bila kan benar terpancang padamu juga
Lekaslah tetirah ke muasalnya fitrah tangis bayi
Atau pergi ke tempat di mana kecepatan bukan satu-satunya wajah kehidupan
Biar aku di sini bersama mereka yang makin bergesa
tak saling mengenal
Maka kupilih rumbia dari yang serba memancang kemegahan
bukan untuk sedu-sedan
Di luar bangunan rumah,
Nasib butuh kepulangannya masing-masing
Seorang biasa yang meminjam dan menetap pada tubuh lelaki. Kini berusaha memaskimalkan nafas, tubuh, gerak, hidup yang telah dipinjaminya.