Mak, di bawah tapak kakimu yang surga
Aku bersimpuh sebab tatap limbungku kian gontai
menembus tandus padang ini
Apakah sampai pada puncaknya
Sedang Ia bersemayam di sana?
di hutan, yang menumbuhkan pohonan
di tapakmu, yang menampung rindu-dendam
.
Bila kan benar Ia di sana
maka restuilah ritus khayaliku ini
Menempuh arah kepulangan
membenamkan mahar pada hutan kerinduan
.
Ke sana aku ingin kembali,
Sekali lagi
Di sana tak bakal kujumpai kertas-kertas hologram
yang menghiasi perayaan-perayaan kasat mata
.
Sekali lagi, mak,
Aku ingin kembali
Membawa sejengkal saja tapak kakimu
yang surga ke muasalnya
menyaksikan asmaralokaNya tumbuh seluruh tanpa dipaksa tenggelam-kelam
ke dalam rupa pura-pura
.
Ketahuilah, Hai Awang cucu adam
Rindu telah tersusun rapi sebelum sumsum
melingkar dalam perut swargalokaku
Katamu, mak.
Tapi di tapakku kian mengepul kepedihan meruang-mewaktu
Serupa Halimun melingkari kesenyapan Salaka
.
Sanggupkah Ia menerima kepulangan
yang berlumuran itu?
Seorang biasa yang meminjam dan menetap pada tubuh lelaki. Kini berusaha memaskimalkan nafas, tubuh, gerak, hidup yang telah dipinjaminya.