Kebun Raya: Dari Eksploitasi Ke Eksploitasi

Dok.kebunrayabogor


Di tengah keramaian menuju Pilkada yang menyoalkan tentang dinasti dan kekerabatan sirkelan Jokowi dalam merebut suara di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, barangkali sebelum janji-janji manis itu diutarakan, baiknya harus memberikan penghormatan terlebih-dahulu untuk Kebun Raya. Sebab di-usia yang sungguh tidak muda lagi, yang memasuki usia 2 abad lebih, Kebun Raya Bogor terus dipilih oleh semua kalangan usia, dari mulai pemuda, orang dewasa, sampai orang berusia senja untuk mengeksistensikan dirinya.

Jika menuju Pilkada nanti situasinnya akan membuat panas dan tegang, Kebun Raya Bogor adalah kesegaran. Berisi taman dan lapangan rumput hijau yang luas dengan sepaket jalan panjang ekspoitasi dan pengetahuan. Dipenuhi pepohonan, tetumbuhan, danau, dan bangunan-bangunan bersumur panjang.

Sebagai warga Bogor sendiri, setidaknya saya sudah mengunjungi Kebun Raya Bogor dalam beberapa fase, mulai pepacakan bersama keluarga, jalan-jalan bareng teman, dan tentunya sampai kencan dengan orang-orang spesial.

Belakangan Kebun Raya Bogor juga jadi tempat hangout nature oleh kawula muda dengan berpiknik-piknik mode estetik. Dengan starter pack tikar kotak-kotak merah yang dibeli di Shopee, keranjang yang berisi wafer dan cake, novel-novel berbahasa Inggris, dengan paduan outfit musim panas bernada cerah. Dan misal yang berpiknik estetik itu adalah anak skena juga, jelas untuk menyempurnakan ibadah weekend estetiknya dengan memutar lagu Sore Di Kebun Raya dari The Jansen untuk reels dan stori mereka.

Sejarah Kebun Raya Bogor: Dari Pekarangan Menjadi Kebon Besar

Barangkali kita harus mengucap terima-kasih kepada Thomas Stamford Raffles, khusus untuk adanya kebun besar yang ada di tengah-tengah kota Bogor ini. Sebab Kebun Raya Bogor mungkin tidak akan pernah ada di pusat kota jika Raffles dan istrinya Olivia tak segera memilih kawasan Bogor sebagai singgasananya saat menjadi Gubernur Jenderal di Hindia-Belanda.

Raffles tak ingin seperti pendahulunya yang kantor pemerintahannya berada di Batavia. Bagi Raffless, berkantor di Jakarta sama saja seperti bunuh diri terjangkit penyakit tropis. Jika Raffles hidup sekarang mungkin dia akan menambahkan penyakit mental yang bisa menyebabkan dia mati muda. Tapi Raffles adalah pemimpin pemerintah yang tidak mungkin menggila di stasiun Manggarai.

Balik ke awal 1800-an, setelah mendiami Istana Bogor, Raffles dan Olivia mempunyai perhatian yang besar pada botani. Pasutri itu sangat interst mengembangkan pekarangan istana menjadi sebuah kebun yang cantik nan estetik.

Dengan bantuan para ahli botani, W. Kent, yang ikut membangun Kew Garden di London, Raffles menyulap pekarangan istana menjadi taman bergaya Inggris klasik. Inilah awal mula Kebun Raya Bogor dalam bentuknya sekarang. Ide pasutri itu terhitung revolusioner. Sebab sesudah taman mereka di Istana Bogor itu dilirik banyak orang, Raja Wiliiem I langsung menggagas ekploitasi lanjutan khusus dalam bidang botani. Tujuannya jelas: untuk menambah cuan bagi Kerajaan Belanda. 

Untuk program ketamakan ini, Raja Wiliem I mengutus para pakar ilmu alam untuk meneliti potensi kekayaan alam di Hindia Belanda. Ahli botani asal Jerman, C.G.C. Reindwardt, menjadi salah satunya. Seperti umumnya sejarah berjalan, penguasa dan ahli pengetahuan berpegangan tangan untuk sama-sama mencari keuntungan.

Reindwart di bulan April 1817 mengirim surat kepada Gubernur Jenderal G.A.G. ph. Van der Capellen. Dalam suratnya Reindwardt ingin taman di Istana Bogor itu menjelma sebagai kebun yang berguna. Sebab punya kepentingan yang sama, tanpa waktu lama, satu bulan dari surat dikirim, Gubernur Jenderal Capellen mengabulkan keinginan Reinwardt.

Memiliki pengalaman dan pengetahuan dalam bidang alam khusunya botani, menjadikan Reinwardt langsung mendapat restu buat bangun Kebun Raya. Jadi misal Gibran di usia kepala tiganya bisa menjabat sebagai Wakil Presiden, Reinwardt di usia yang lebih muda dari Gibran sudah menjadi profesor sejarah alam. Bahkan pada usia 30 tahun, sudah menjadi rektor di Universitas Harderwijk Belanda. Tanpa bantuan paman, tanpa dorongan kasih-sayang bapak yang menjadi penguasa, tentu hal ini menjelaskan bahwa kasus Reinwardt lebih epik dibanding kesenangan dalam kemalangan takdir si Gibran itu.

Tepat pada tanggal 18 Mei 1817 pekarangan Istana Bogor seluas 87 hektar resmi menjadi Kebun Raya dan diberi nama Lands Plantentuin te Buitenzorg yang memiliki arti Kebun Raya di Tanah Buitenzorg. Taman yang menjadi bukti dari pernyataan cinta Raffles pada Olivia, dikembangkan menjadi pusat pembelajaran botani dan sebuah tempat yang mengoleksi tumbuh-tumbuhan.

Pendiriannya diawali dengan menancapkan ayunan cangkul pertama di bumi nusantara sebagai pertanda dibangunnya pembangunan kebun raya, yang pelaksanaannya dipimpin langsung sama mpu-nya konsep, Reinwardt dibantu oleh James Hooper dan W. Kent kurator Kebun Botani Kew yang terkenal di Richmond, Inggris.

Semenjak itu, Inovasi dalam bidang ekonomi melalui agroindustri spesies yang eksotis kopi, teh, kina, tembakau, menghasilkan peningkatan kekayaan pemerintah Belanda, “Kemudian seiring dengan waktu, terang Jatna Supriatna, Kerajaan Belanda mendirikan Bibliotheca Bogoriensis (1842), Herbarium Bogoriense (1844), Kebun Raya Cibodas (1860), Laboratorium Treub (1884), dan Museum Zoologicum Bogoriense (1894)”. Dalam buku Otobiografi Jatna Supriatna (2021).

Tapi keterangan di atas adalah versi Belanda. Mengingat ini masa post-moderrn, ketika bukti-bukti sejarah pinggiran mulai diperhatikan dan dapat jadi sandingan. Tepat rasanya untuk mengajukan tandingan kelokalan. Sebab dalam Prasasti Batutulis, yang dibuat oleh Prabu Surawisesa (anak dari Prabu Siliwangi) sudah ada cikal bakal pembuatan hutan buatan di pusat kota.

Prasasti itu menceritakan, Kebun Raya Bogor pada mulanya merupakan bagian dari ‘samida’ (semacam hutan atau taman buatan) yang paling tidak telah ada pada pemerintahan Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi, 1474-1513) dari Kerajaan Sunda.

Hutan buatan itu ditujukan untuk keperluan menjaga kelestarian lingkungan sebagai tempat memelihara benih-benih kayu yang langka. Hutan ini kemudian dibiarkan setelah Kerajaan Sunda takluk dari Kesultanan Banten, tanda-tanda awal, berupa sebidang tanah yang terdapat bebatuan padat, yang seolah-olah di-tata sedemikian rupa di dalam Kebun Raya Bogor. Selain samida dalam Kebun Raya, ada juga samida yang serupa di perbatasan Cianjur dengan Bogor (Hutan Ciung Wanara).

Jika prasasti itu dapat terbukti, hal yang paling bisa kita renungi adalah bagaimana nenek moyang kita tidak kalah dalam menjaga kelestarian alam, dan sudah visioner untuk membuat hutan buatan di tanah yang strategis untuk menjadi pusat kota. Selain itu, jika ini benar-benar terbukti letak hutan buatannya di mana, Kebun Raya yang bercikal bakal pada masa 1500-an bisa dinobatkan sebagai Kebun Raya tertua di dunia—tidak hanya di Asia Tenggara.

Yang Mitos dan Khas dalam Kebun Raya

Banyak yang percaya Kebun Raya Bogor adalah pernyataan cinta Gubernur Jenderal Raffles ke istrinya Olivia. Karena dalam Kebun Raya ada Tugu Laddy Raffles sebagai pengabadian bucinnya Rafless ke mendiang istrinya.

Memang di tugu Laddy Raffles ada sebait puisi romantis:

Oh thou whom neer my constant heart

One moment hath forgot

Tho fate severe hath bid us part

Yet still – forget me not

Yang ditulis Raffles untuk istrinya yang cabut duluan dari dunia. Tapi dalam Kebun Raya Bogor memang banyak sekali monumen-monumen. Banyak monumen atau tugu yang dibuat untuk didedikasikan ke yang berjasa dalam membesarkan Kebun Raya. Salah duanya, tugu peringatan Reindwardt sebagai pendiri Kebun Raya dan Monumen Kimilsungsia yang jadi lambang persohiban Indonesia dengan Korea Utara.

Kimilsungsia adalah nama bunga anggrek yang oleh Bung Karno namakan dan dijadikan kado ulang tahun ke Kim Il Sung Pemimpin Korea Utara, saat mereka berdua weekendan ke Kebun Raya April1965.

Anggrek bernama Kimilsungsia adalah akronim dari Kim Il Sung dan Indonesia. Bung Karno emang bisa aja buat pemimpin keras terkesima. Sebab dari kadonya itu, Kimilsungsia diabadikan menjadi bunga nasional Korea Utara.

Menariknya lagi, hingga saat ini di Pyongyang Korut yang sekarang dipimpin oleh Oppa Kim Jong Un, setiap 15 April diadakan Festival Bunga Kimilsungia untuk merayakan kelahiran Kim Il Sung dan dalam festival tersebut, Indonesia mendapatkan tempat sebagai tamu kehormatan.

Pada April tahun ini, dihadapan Monumen Kimilsungsia  dan dalam konteks setengah abad lebih Konferensi Asia-Afrika, Indonesia melalui MPR bersama Duta Besar Republik Demokratik Korea merepresentasikan ulang makna Bunga Kimilsungsia, yaitu dengan menjadikan Prasasti Kimilungsia simbol dukungan untuk Gerakan Kemerdekaan Palestina.

Tapi Kimilsungsia bukan jadi anggrek satu-satunya yang jadi kebanggaan Kebun Raya, sebab di sini ada spesies anggrek terbesar di dunia, yaitu anggrek harimau atau basa ilimiahnnya Grammatophyllum speciosum.

Kebun Raya dengan usia dua abadnya punya pohon leci tertua, diperkirakan pohonnya berusia 200 tahun. Mungkin pohon leci ini hitungannya seumuran dengan kebun raya. Menua bersama.

Mungkin kalo Raflesia Arnoldi dan Amorphophalus Titanum atau kita kenalnya sebagai Bunga Bangkai, udah jadi pengetahuan umum bersama, kalo bunga yang gede dan mengeluarkan aroma tidak sedap ini adalah satu kebanggaan juga yang dikembangbiakan di Kebun Raya.

karena Kebun Raya selain menjadi Selain menjadi tempat konservasi, Kebun Raya Bogor juga digunakan sebagai objek wisata alam khas Kota Bogor. Terdapat berbagai taman yang bisa dikunjungi buat ekowisata.

Salah satunya taman meksiko yang mengoleksi ragam spesies kaktus berjumlah lebih dari 100 spesies seperti agave, yucca, kaktus, dan berbagai tumbuhan sukulen. Atau Tanaman Obat yang mengoleksi ragam jenis tanaman obat-obatan.

Tapi Kebun Raya dalam kolektif masyarakat Bogor adalah tempat yang banyak mitos dan spritualnya. Bahkan beredar kabar, orang-orang yang punya ilmu kalo masuk ke Kebun Raya itu langsung hilang ilmunya, dinetralisir jadi settingan manual lagi.

Selain itu, sebagian warga sunda percaya Prabu Siliwangi raja Padjajaran, sehabis moksa di Gunung Salak, kadang berubah raga menjadi harimau, dan harimau inilah yang menjaga kawasan Kebun Raya. Pengunjungannya harimau ini konon sering muncul di Makam Ratu Galuh Mangku Alam yang ada di dalam Kebun Raya.

Tapi mitos yang paling ngeganggu anak muda jelas mitos kalo Jembatan Merah yang di Kebun Raya bisa ngebuat sepasang kekasih kalo lewat situ bisa putus pas pulangnya. Ada juga area pemakaman di Kebun Raya yang katanya banyak arwah abang-none belanda, itu lumayan dipercaya.

Peran Kebun Raya Bogor Yang Masih Terjaga

Lalu apa peran Kebun Raya Bogor yang dahulu bernama ‘s Lands Plantentuin te Buitenzorg sebagai kebun raya tertua sejak abad ke-19 ini. Yang pasti Kebun Raya Bogor adalah tempat cikal bakal perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Terlebih dalam urusan botani, konservasi dan penelitian alam tropis mungkin kita bisa mengangkat dagu kita di hadapan dunia.

Sebab diawali kepemimpinan Caspar Georg Karl Reinwardt mulai dari tahun 1817 – 1822 melakukan penelitian botani di Kebun Raya, menjadi perintis dalam bidang herbarium, disambung Carl Ludwig Blume yang melakukan inventarisasi koleksi kebun dan menerbitkan katalog koleksi Kebun Raya Bogor yang pertama. Saat itu tercatat 912 jenis tumbuhan ditanam di sana. 

Berlanjut ke Johannes Elias Tesyman (1831) yang bekerja keras menanam ulang dan memberi label merah untuk menandai penanggalan tanam yang masih bisa kita lihat sampai sekarang. Juga berhasil membawa ribuan spesies tumbuhan dari perburuannya ke berbagai belahan dunia untuk ditanam di Kebun Raya Bogor. Sampai ke Melchior Trueb (1880 – 1905) yang menerima tongkat estafet kepemimpinan Kebun Raya Bogor mulai dari 1880 – 1905 yang dari jerih payahnya mampu melambungkan reputasi ilmiah Kebun Raya Bogor ke taraf internasional.

Dari kesejarahan dan lima pilar yanga dimiliki dan terus diamalkan oleh pihak Kebun Raya Bogor, yaitu: konservasi, wisata alam, edukasi, jasa lingkungan dan penelitian. Kekayaan koleksi Kebun Raya Bogor menjadi kiblat bagi banyak kebun raya daerah tropis di seluruh dunia untuk pengelolaan koleksi tanaman tropis yang autentik.

Menghasilkan nilai kekayaan warisan Kebun Raya Bogor tidak hanya pada variasi jenis tanaman saja, melainkan pada bentang lahan, bangunan bersejarah, artefak, ilmu botani, alam dan lingkungan yang terjaga dari generasi ke generasi selama lebih dari 200 tahun dan sekarang memiliki 15.000 jenis koleksi pohon dan tumbuhan. Apresiasi nyata adalah Kebun Raya Bogor terdaftar sebagai 12 bangunan yang dianggap mampu mempertahankan keasliannya dalam hal desain dan fungsi aslinya.

Keseriusan integritas properti Kebun Raya Bogor dijamin dengan kebijakan Pemkot Bogor yang menetapkan kawasan sekitar Kota Bogor sebagai penyangga Kebun Raya Bogor. Buat ngeligitimasi Kota Bogor sebagai kota dalam taman.

Mangkanya sejarah Kebun Raya Bogor bukan hanya milik Bogor, Indonesia tapi sudah udah jadi aset peradaban manusia. Punya portofolio sebagai tempat yang melahirkan banyak lembaga penelitian dan menjadi pusat penelitian biologi tropis kelas dunia.

Tercatat ada 24 lembaga penelitian yang dihasilkan dari Kebun Raya Bogor termasuk di tahun 1967 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) atau sekarang dikenal Badan Inovasi Riset Nasional (BRIN) yang dikepalai dedengkot PDIP Megawati-Chan.

BRIN sebagai lembaga yang membawahi Kebun Raya Bogor, kini sedang mengembangkan 32 kebun raya di daerah. Pada 2030, BRIN menargetkan akan berdiri 47 kebun raya di seluruh Indonesia.

Glow dan Swastanisasi menjadi Hama Dalam Kebun Raya

Sejarah memang berulang. Di awal, kita tau sejarahnya rencana awal pembentukan Kebun Raya, untuk lanjutan eksploitasi di tanah jajahan, dan di masa kita sekarang Kebun Raya mengadakan eksplorasi dalam bentuk wisata alam. Dan bahasa kerennya mungkin semacam komersialiasi keuntungan yang ada di alam.

Program tersebut diberi nama Glow, yang di luar negeri istilahnya adalah Artificial Light at Night. Yang nawarin new experience  ngejelajah Kebun Raya dalam cahaya bulan dan gemerlap instalasi lampu dan proyeksi visual.

Pada tahun 2021 program Glow ini bangkitin kemarahan warga. Selain warga dan mahasiswa yang kesulut emosi dengan rencana swastanisasi di Kebun Raya. Ada juga para budayawan yang tergabung dalam Aliansi Komunitas Budaya Jawa Barat yang tidak rela kebun raya ini dihiasi wisata cahaya lampu pada malam hari. Mereka menilai, hadirnya wisata Glow tidak menghormati budaya dan kelestarian alam.

Pihak Kebun Raya Keuekeuh dengan pendirian dengan dalih bahwa Glow adalah inovasi dan edukasi alam, warga dan budayawan mengadakan beberapa kali unjuk rasa untuk menentang rencana tersebut. Mulai di depan gerbang Kebun Raya Bogor, Balai Kota Bogor, dan Gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro. Intinya menolak bentuk swastanisasi kebun raya, yang diusulkan BRIN dan PT. MNR selaku perusahaan operator dan pengelola Glow tersebut.

Pemkot Bogor, baik Wali Kota dan DPRD sudah memberikan penolakan akan rencana Glow tersebut. Bahkan ahli-ahli di Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam Quickly Research menyebutkan Glow tidak ada sama sekali manfaatnya.

Sebab wisata Glow menggunakan cahaya artifisial sebagai pertunjukan cahaya disertai suara (musik), akan memberikan tekanan yang secara kumulatif berpotensi menambah ancaman terhadap kelestarian Kebun Raya Bogor. Pengaruh cahaya artifisial akan mengganggu ekofisiologi tumbuhan, perilaku satwa, dan dapat meningkatkan mortalitas pada satwa.

BRIN melalui Handoko malah bilang “Dari Awal Kebun Raya Bogor bukan cagar alam. Lebih seperti taman kota yang memang buatan” ucapan dan rencana ini didukung penuh oleh Sandiaga Uno selaku Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga melihat Proyek Glow sebagai ecotourism.

Padahal Kebun Raya Bogor, menurut Rencana Tata Ruang Wilayah [RTRW] Kota Bogor 2011-2030, tergolong sebagai Kawasan Pelestarian Alam untuk Perlindungan Plasma Nutfah. Sebagai konsekuensinya, aktivitas apapun di dalam Kebun Raya Bogor tidak boleh bertentangan dengan fungsinya sebagai kawasan perlindungan plasma nutfah ex situ.

Tapi gak heran, menurutmu sejak kapan pemerintah punya tanggung jawab moral menjaga kelestarian alam dan mendengar rakyat?

Dalam kepala Handoko dan Sandiaga, alam hanya dilihat sebagai nilai, yang menghasilkan potensi pariwisata dan ekonomi. Alam diaprosiasi sedemikian rupa untuk punyai nilai cuan.

Seperti layaknya Reinwardt dan Gubernur Jenderal Capellen yang merencanakan awal pembuatan Kebun Raya Bogor yang niatnya adalah ekploitasi lanjutan di tanah koloni, sekarang BRIN sebagai lembaga penelitian seia-sekata dengan Pemerintahan yang memang hanya memikirkan cuan, cuan dan cuan.

Tapi kenyataannya Kebun Raya Bogor juga telah menjelma sebagai salah satu destinasi wisata yang ramai dikunjungi wisatawan, dan mendatangkan keuntungan untuk perkembangan Kebun Raya Bogor.

Jangan patah arang untuk terus percaya pada kekuatan dan kewarasan kita buat ngejaga Kebun Raya Bogor untuk ngga kehilangan fungsi sesungguhnya, yaitu sebagai hutan konservasi yang harus dijaga dengan ketat keberadaan keanekeragaman hayatinya.