Mereka Paling Bahagia dan Saya Tidak

dok. AI


Oke. Saya perempuan. Nama saya Troop. Aneh? Karena memang bukan nama asli saya. Alasannya mungkin dapat Anda ketahui setelah selesai membaca semua tulisan saya ini. Tapi mereka, teman-teman saya di kampus — di Westminster, lebih suka menyebut saya si aneh, tentu dalam bahasa Inggris.

Sebagaimana perempuan yang biasanya ada di sekitaran Anda, saya tidak suka memancing. Tapi, saya juga tidak memiliki kucing di indekos sempit yang saya sewa dari seorang janda tua itu. Belum lagi koleksi sepatu yang tidak banyak, tak punya lemari khusus untuk tas-tas, dan yang paling parah–menurut saya–adalah saya tidak membeli sederet alat kecantikan. Jadi maafkan kalau saya kurang mirip dengan perempuan yang biasa Anda temui, atau bahkan kekasih Anda.

Begini. Hari Minggu adalah hari yang melelahkan buat saya padahal orang-orang selalu menunggu kedatangannya. Bayangkan saja; saya terpaksa harus jalan-jalan di tengah kota London! Sungguh, itu sangat membosankan. Mau tidak mau, ketimbang membusuk di kamar, saya melakukannya hampir setiap Minggu; menyaksikan terus menerus kemegahan istana Buckingham, jalan di pusat kota, Westminster Abbey, Royal Oppera House, kemudian menuju pinggiran sungai Thames untuk sekedar menikmati dari kejauhan kesendirian menara Big Ben di tengah megahnya peradaban. Dan yang paling menyebalkan di Minggu ini adalah Mr. Rindha si penjaga perpustakaan keturunan India itu mengatakan bahwa mulai Minggu itu perpustakaan akan tutup setiap hari Minggunya karena renovasi.

Anda harus mengetahui, betapa saya sangat suka berdiam lama-lama di perpustakaan itu. Di sana, saya bisa mengenal banyak hal. Bahkan suatu Minggu, saya terpaksa membaca sebuah buku perjalanan peradaban yang bahkan saya tidak tahu yang mana itu. Dari sekian banyak manusia yang ada di sini, banyaknya perbedaan di sini, mereka semuanya sama bagi saya: saya tidak peduli pada itu!

Segala peradaban ada di kota ini, semua hal lengkap di sini! Misalnya saja Mr. Rindha. Meskipun terlihat sangat “India”, tapi percayalah bahwa dia “Inggris”! Dan jelas saya tidak peduli! Toh saya juga sama.
Kemudian, teng-teng-teng! Suara kencang dari Big Ben menandakan bahwa tengah hari itu saya harus segera menuju Hyde Park dan berkeliling melihat orang-orang mengasuh anjing atau sekadar mengajak jalan anak-anaknya. Saat seperti itu sering membuat saya tertawa sendiri.
“Lucu!” Ucap saya tiba-tiba. “Yang lucu adalah kita; sama-sama sendirian tapi menuju keramaian. Seperti menantang kehidupan yang telah kita pilih sendiri.” Ujar seorang lelaki, yang tampak dari warna matanya, dia seorang Irish.

Saya terus melanjutkan perjalanan saya. Siapa dia? Saya tidak peduli. Lagi pula hari akan semakin sore ketika saya tiba di rumah janda tua tempat saya tinggal. Musim gugur, siang terasa sangat sebentar memang. Dan Anda harus tahu bahwa si janda itu sangat cocok dengan saya di musim ini. Oh tidak! Ini bukan sebuah gairah seksual atau hasrat. Tapi peraturan di rumahnya benar-benar membuat saya merasa bahwa saya sendirilah yang membuatnya. Tak ada sedikit pun rasa ingin melawannya. Sungguh.
“Maaf. Saya harus pergi. Harus kamu tahu. Janda di tempat tinggal saya tidak mengizinkan siapa pun datang ke rumahnya malam-malam.” Ujar saya sambil meninggalkan lelaki itu. “Bow Street! Jika kamu ingin bertemu denganku di sana, datang sore, tapi bukan hari ini.”

Mungkin Anda heran karena saya baru saja memberikan alamat tempat tinggal saya. Tapi itu akan jadi biasa saja jika Anda sudah bertahun-tahun di sini. Apalagi jika Anda menyadari bahwa selama itu ternyata Anda kesepian dan butuh orang yang sepertinya tertarik dengan Anda. Lagi pula, si janda itu tidak melarang siapa pun datang ke kamar saya asalkan bukan malam hari. Anda pun boleh masuk ke kamar saya, asalkan Anda tidak datang malam dan tidak pulang saat tengah malam. Si janda tidak masalah jika seorang lelaki harus menginap ketimbang dia harus pulang saat tengah malam. Katanya, itu lebih mengganggu. Dia harus membukakan pintu rumahnya saat dia harus istirahat di malam dingin di musim gugur.
Dan kemudian, si lelaki Irish itu benar-benar datang di hari Sabtu, enam hari setelah pertemuan kami.

Saya baru saja pulang dari kampus membawa setumpuk alat lukis. Seharusnya, saya bermalam saja di kampus untuk menyelesaikan proyek lukisan yang harus saya selesaikan. Tapi entah mengapa saya kurang nyaman mengerjakan proyek itu dengan harus ditemani teman-teman kampus. Mereka risih dengan asap rokok dan saya tidak nyaman dengan kerisihan mereka.

Soal si Irish, mungkin itu bisa saja hanya kebetulan dia sedang berada di sana. Tapi, karena perkataan saya waktu itu, saya merasa harus sekali menemui lelaki itu. Mungkin ini namanya penyesalan.
“Kamu datang?” Saya menyapanya. Memperhatikan kembali wajahnya.
“Kita bisa lebih mengenal. Tapi, kamu bukan orang Inggris?’
“Masalah?”
“Tidak. Saya juga bukan dari daerah ini. Menganggu?”
“Tidak.”
Saya mengajaknya masuk ke dalam rumah tepat sebelum hari mulai gelap dan pintu akan dikunci. Saya jelaskan tentang peraturan di rumah itu bahwa malam adalah penjara yang menyenangkan bagi saya, apalagi jika ditemani orang asing sepertinya. Dia hanya tertawa. Katanya, malam ini bisa jadi malam yang panjang karena saya harus menemani dia sampai pagi untuk bisa keluar dari rumah itu.

Dia memperkenalkan diri sebagai Andrew Troop. Mungkin dia mirip dengan Anda jika saya secara sukarela mau mendeskripsikan dirinya. Sayangnya, saya tak suka dan sedang tak rela membuang beberapa kata untuk hal itu. Bayangkan saja bahwa Andrew Troop adalah diri Anda.
Sebagaimana seorang lelaki yang biasanya, dia menyukai selangkangan. Beberapa menit kami di kamar, kami melakukannya. Itu bukan pertama kalinya buat saya. Namun, setelah sekian lama, saya baru lagi merasakan kesenangan semacam itu.
“Saya harus melukis!”
Tanpa pakaian menempel di tubuh saya, saya mulai memasang kanvas dan menyiapkan alat-alat lukis. Saya mulai melukis diri saya; membayangkan tubuh dan wajah saya saat melakukannya dengan Troop. Itu adalah cara terbaik untuk menggambarkan kebahagiaan.

Troop terus mengoceh tentang dirinya. Saya hanya tersenyum. Dia bilang, saya perempuan yang misterius dan sangat pandai melukis. Dia memperhatikan begitu banyaknya hasil lukisan di sana. Objek hewan, tumbuhan, pemandangan, dan manusia. Katanya, semua gambar saya seperti memiliki pancaran kebahagiaan. Saya bilang, semua lukisan saya, saya kerjakan ketika merasa bahagia.

Tak lama kemudian, kami melakukannya lagi. Gairah yang sama dan mungkin rasa penasaran yang belum selesai. Anda juga mungkin bisa setuju bahwa kadang kita melakukan persenggamaan hanya karena penasaran bukan suka, apalagi cinta. Dia begitu memuncak. Saya, seperti perempuan lainnya, ikut memuncak saat pasangan seksual saya mencapainya. Keringat mengucur dari pori-pori kulit kami. Saya keruk saja itu dan saya kumpulkan dalam sebuah cangkir kecil untuk bahan campuran cat air yang biasa saya gunakan saat melukis. Saya bilang padanya bahwa ini juga salah satu teknik yang biasa saya gunakan agar lukisannya terasa nyata dan terasa realistis.

Dia mulai merasa aneh. Dia mulai menanyakan hal-hal pribadi pada saya. Tempat asal saya, latar belakang keluarga saya, kehidupan saya, dan kisah percintaan saya. Saya jawab seadanya saja karena sedang fokus meneruskan lukisan. Ketika lelah, saya ambil sebatang rokok dan membuka jendela kamar. Dua cangkir kopi saya siapkan. Kami menikmati malam itu dengan masih tanpa pakaian.

Setelah itu, kami melakukannya lagi. Kali ini Troop sudah mulai kehabisan tenaga sepertinya. Tapi saya belum. Sampai-sampai si janda tua yang sedang tidur di kamarnya yang berada di lantai satu rumah itu meneriaki kami.
“Jalang! Kecilkan suara hasratmu! Ada nenek-nenek kesepian di rumah ini!” Katanya.
Tapi saya tak peduli karena tak ada peraturan di rumah itu yang mengatakan bahwa saya harus tenang dan tak boleh berisik saat bersenggama.
Troop benar-benar kehabisan tenaga dan saya akan kembali melukis. Tak ada percakapan yang kami lakukan hingga akhirnya saya bisa menyelesaikan lukisan itu. Hari sudah hampir pagi. Dan ini adalah hari Minggu.
Saya akan kembali pada kebosanan yang rutin itu. Dan seperti biasanya juga, saya akan menyelesaikan tugas saya. Saya harus membuat kebahagiaan ini tidak siapa pun memilikinya. Saya siapkan pisau daging, beberapa trashbag besar, dan alat-alat kebersihan. Troop malang itu harus saya habisi sebelum pagi datang. Merepotkan! Saya harus berjalan-jalan di tengah kota bersama tubuhnya.

Saya harus memisahkan bagian-bagian tubuhnya di beberapa tempat. Yang paling menyenangkan adalah ketika harus menenggelamkan kepala itu di sungai Thames yang tenang. Juga ketika memberikan anjing-anjing di Hyde Park potongan jari-jari nakal manusia. Sementara bagian alat kelamin saya koleksi di dalam toples dengan cairan berpengawet. Saya tempatkan di lemari agar dapat dipandang di kala harus mengingat hal-hal yang tak pernah ada di ingatan. Kadang saya buka lebar-lebar lemari itu hanya sekedar menciumi aroma air pengawet agar muncul semacam rangsangan di kepala. Mungkin bau anyir dan busuk kadang tercium di rumah itu.

Sebagaimana orang kesepian di kota ini, si janda tua itu mungkin tidak peduli dengan semua yang sepertinya diketahuinya. Ssstt! Di peraturan rumah janda itu tidak ada pelarangan pembunuhan. Yang penting, bayaran bulanan lancar, dan peraturan yang dia buat tidak dilanggar.
Nah! Minggu depan, mungkin nama saya berganti Caldwell, Hardwin, Grissham, atau nama Anda. Sekarang bayangkan oleh Anda, saya sedang tersenyum tanpa bahagia.