Surat Terbuka Buat Pak Wali Kota – Bima Arya

Surat Terbuka Buat Pak Wali Kota – Bima Arya

Gambar: (Dok. halimunsalaka: Galeri Bumiparawira)


Duh Pak, gimana ya ngawalinnya. Jadi gini Pak Bima Arya, Wali Kota Bogor yang banyak dipuji warga Sempur dan warga Bogor yang tinggal di tengah Kota. Sebelumnya perkenalkan Pak, saya orang yang berzonasi di Kabupaten Bogor, namun sudah sering beraktivitas di Kota Bogor.

Sebenarnya cukup aneh juga sih Pak seorang warga Kabupaten seperti saya ini, malah mengeluhnya ke wali-kota. Tapi, untuk sekadar curhat sesama manusia dan antar warga dengan pemimpinnya, tentu boleh dan tak apa-apa kan Pak?

Baiklah kalau boleh. Jadi begini loh Pak Bima, sebenarnya saya kepengen ngomong langsung, di Sempur atau di Balai Kota misalkan, tapi mana mungkin warga biasa seperti saya bisa dan mendapatkan akses ke seorang wali kota. Lewat demonstrasi? Huhuy panas, mager dan bikin macet juga pasti Pak. Kasian warga Bapak yang terganggu perjalanannya nanti.

Untuk itu, agar sasarannya luas dan terekam zaman, saya memutuskan buat surat saja. Lebih hemat tentunya. Nah jadi Pak, saya langsung aja ya, biar langsung merujuk ke persoalannya, masa tahun baru yang baru menjejak sepekan ini Kota Bogor udah viral dengan berita kekerasan. Ini membuat kekhawatiran dan sialnya kepala saya tambah pusing-menyesak, Pak.

Gimana engga coba Pak, pemilu sebentar lagi, genosida di Palestina makin menjadi-jadi, dan belakangan ada framing kebencian yang terstruktur dalam mengecilkan kemanusiaan pengungsi Rohingnya.  Lini masa saya, khususnya twitter, setdah Pak, penuh sama kengerian, kebencian, harapan dan bahkan juga janji, dan kesemuanya itu nyatu dalam satu genggaman handphone saya. Tapi yah untungnya Pak, alhamdulillahnya karena kita tinggal di Indonesia, selalu ada aja fenomena-fenomena kelucuan yang membikin saya tetap bisa jadi warga yang normal dan santun: waras.

Tapi tak semua hal itu berjalan normal dan sesuai aturan juga Pak, pada akhir-akhir masa jabatan bapak aja nih ya Pak, kalau saya blakblakan banyak sekali kejadian keabnormalan yang terjadi di Kota Bogor. Meski saya hanya mantau melalui txtbogor sih, tapi semua kengerian dan keabnormalanan itu masuk ke kamar saya Pak. Membayang-bayangi langit-langit kamar saya sebelum tidur, Pak.

Walau sedikit menarik, di twitter yang banyak membahas pro-kontra mengenai masa kepemimpinan Bapak yang dua periode ngurusin Kota Bogor ini. Sebagian mendukung kesuksesan dan kemajuan yang Bapak hasilkan ketika memimpin, sebagian tetap mengingat Bapak sebagai wali-konten. Begitulah dualisme tiada ujung antara Pemerintah dan Rakyatnya. Sebagaimana tinjauan masa kepemimpinan Bapak, yang identik dengan pertamanan, titik-tolak surat ini saya rasa akan melalui studi magister Bapak sendiri di Monash Unviersity dengan ngambil Development Studies. Rasanya akan sangat tepat saya menuliskan surat terbuka saya ini ke Bapak, dengan meninjau persoalan demikian. Hitung-hitung cenderamata dari rakyat untuk suatu perpisahan pimpinannya.

Jadi saya mau menyampaikan yang bagusnya dulu nih Pak, kan yang menyenangkannya itu Lapangan Sempur dan Jembatan Otista sudah dibuka dan bisa dinikmati masyarakat lagi. Itu aja Pak yang bagusnya menurut saya belakangan ini, itu juga Jembatan Otistasnya udah kena banjir. Bapak pahamlah gimana semrawut dan berantakannya ketika suatu “jembatan” bisa sampai banjir. Hal itu memperjelas masih ada masalah yang mendasar dari masalah tata ruang Kota kita, bukan? Tapi tenang, Pak, saya tetap apresiasi Lapangan Sempur dan pelebaran Jembatan Otista.

Bahkan ada yang menggetirkan nih Pak, informasi yang saya dapatkan dan sudah berseliweran di portal berita Bogor, belum satu bulan tahun ini berjalan, sudah ada saja pertunjukkan kekerasan, pengeroyokan Supir-Bus sama tiga pengamen di tengah jalan, dan viral karena Emak-emak yang ngelerai, dan yang kedua ada kejadian lagi soal orang pacaran yang berantem dan perempuannya lagi-lagi jadi korban kekerasan.

Pak, ingatan kita masih segarlah Pak, sama kejadian di bulan Desember sebulan kemarin. Dua perempuan jadi korban pembunuhan, hanya lantaran karena masalah asmara. Satu di bunuh lalu disimpan di bawah ranjang apartemen, yang sedang mereka sewa. Satu lagi dibunuh di Reddoorz dan ditelantarkan di ruko-kosong.

Nah Pak, dari beberapa berita yang terus saya pantau di bogormenfess dan txtxdaribogor itu saya coba merefleksikan, adakah kaitan di antara itu semua, atau setidaknya adakah benang merah yang bisa menjadikan fenomena-peristiwa yang saling terpisah ini menjadi suatu pemaknaan yang bisa dibicarakan lebih mendalam?

Dan dari cocokologi dan kesoktahuan saya Pak, saya menemukan benang merah yang semoga bisa merekatkan fenomena itu semua. Tebak apa Pak? Yaps! Tata Kota beserta Ruang Terbuka Hijaunya Pak, yang menurut saya akan menjadi kekuatan kebijakan Bapak. Meski yang diurusin hanya tengah Kota dan tak seluas Kabupaten. Hal itu dapat kita rumuskan, Ruang Terbuka Hijau yang merata di setiap sudut Kota beserta tata kelola Kota yang benar dapat menjadi obat yang manjur Pak, buat merealisasi mars Bogor yang Indah, Sejuk dan Nyaman. Bahkan akan jauh ke persoalan kehidupan masyarakatnya.

Dibukanya Lagi Lapangan Sempur

Kalo Bapak gak percaya, coba deh pak lihat Sempur kebanggan Bapak itu. Lapangan Sempur, dengan track jogging, taman ekspresi, skatepark, beserta arena olahraga lainnya yang ada di Sempur adalah salah salah satu ruang terbuka hijau yang dipunyai Kota Bogor Pak.

Di masa sekarang Pak, area Sempur sudah berhasil jadi kebanggaan bagi warga Bogor dalam ruang publik sosialnya. Padahal dalam sejarahnya Pak, inisiasi lapangan Sempur itu pernah mendapati polemiknya juga. Karena di tahun 2000-an, lapangan Sempur hanya sebuah lapangan luas yang membentang, dengan rerumputan yang tidak teratur. Dan biasanya cuma dipake maen bola sama warga kampung Sempur.

Menjelang akhir tahun 2003, lapangan Sempur yang rerumputan asli itu diganti menjadi conblock atau grassblock. Perubahan tersebut Pak, pasti Bapak tau, lahir atas kebijakan Wali Kota saat itu, yang bernama Iswara Natanegara. Toh Bapak Pasti tau pendahulu Bapak. Dan bapak juga tau, Warga Sempur di sana tidak terima. Akhirnya, seperti yang diberitakan dalam Koran Kompas pada 12 Oktober 2003, warga Sempur melakukan demo, menolak perubahan rumput lapangan Sempur ke Walikota. Namun tetap saja, watak bawaan pemerintah yang hanya bisa memerintah namun tuli dalam mendengar tetap melakukan proyek pembangunan dengan penggantian rumput di Sempur.

Sampai akhirnya, pada saat Bapak menjabat Wali Kota, area Sempur oleh Bapak perindah dan difungsikan sebagai space publik dengan moto “Untuk Keluarga, Untuk Olahraga” dan berbagai aktivitas, seperti olahraga yang mengarah ke sosial budaya. Dan sampai sekarang, memang terbukti. Area Sempur menjadi ruang terbuka hijau yang nyaman, ramah anak-keluarga, hingga menjadi ikon tempat nongkrong di Bogor yang menyegarkan. Pasti Bapak juga sadar akan hal ini tentunya.

Ini harusnya jadi satu catatan dong buat Bapak, ketika suatu kebijakan dan peraturan ditujukan untuk kebutuhan masyarakat luas, apalagi sinergi dengan alam, kendati didemo duluan, toh tetap membuahkan pengakuan juga Pak. Sama yang paling penting akan menjadi legacy yang terus dibanggakan dan diingat terus di kemudian.

Di sini catatannya, kebijakan untuk akses publik yang hijau dan berbasis ekologi yah, Pak, yang akan menjadi legacy bagus, bukan hanya asal pembangunan yang menyamankan sebagian golongan. Mungkin itu sedikit catatan yang pertama.

Selesainya Pelebaran Jembatan Otista

Yang kedua, menjelang aktivasi kembali Jembatan Otista, hari minggu (17/12) Bapak ngajak warga Bogor buat selametan—dengan papacakan di sepanjang Jembatan Otista—untuk menunjukkan tanda selesainya proyek revitalisasi den pelebaran Jembatan Otista.

Pengerjaan jembatan yang berada di dekat Kebun Raya Bogor ini, Bapak mulai pada 9 Mei 2023. Selesainya pelebaran Jembatan Otista Pak, saya tandai dengan “melangkahkan satu kakinya lagi menuju tata kota Bogor yang lebih efektif dan efisien”. Sebab revitalisasi Jembatan Otista sendiri, adalah langkah kaki kanan Bapak beseerta gengan Bapak di Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk strategi jangka panjang membangun proyek pengembangan angkutan massal berbasis trem yang akan diadakan di dalam Kota Bogor.

Jadi pengerjaan dan selesainya Jembatan Otista Pak, bagi saya adalah satu langkah ke depan yang sudah dimantapkan Bapak menuju kebaruan. Karena seperti yang diutarakan soib Bapak di Balai Kota, Pak Dedie Rachim, bahwa, “Trem ini sejatinya berawal dari concern tidak hanya soal macet, tapi juga soal isu lingkungan”.

Rencana yang sudah diinisiasi Bapak sejak 2016 ini, setidaknya, kata soib Bapak juga, “butuh waktu 5-10 tahun untuk merealisasikannya”. Ini janji yang masuk akal Pak. Toh kota kita Bogor, bukan kota yang sudah punya jalur trem hasil dari warisan kolonial, seperti Surabaya, Solo atau Jakarta. Jadi membikin jalur trem dari nol jelas membutuhkan banyak waktu, keberpihakan dan dukungan. Untuk yang ini saya sejuta persen mendukung dan wani untuk ikut mengkampanyekan.

Jadi untuk estapet kepemimpinan Bapak sebagai Wali Kota selanjutnya, saya rasa untuk urusan ini harus dicari yang bener dan serius buat ngurus pengembangan angkutan massal dan jauhnya beneran punya bayangan proyeksi tata kota yang efisien Pak, jangan asal separtai atau sesirkelan.

Apalagi ToR sudah sama-sama ditandatangani oleh Bapak dengan perusahaan swasta Prancis, Colas Rail, yang ahli di industri infrastruktur perkeretaapian. Saya denger juga, pedekatean dengan dalam negeri pun sudah Bapak lakukan. Dengan PT. INKA sebagai produsen kereta api, dan PT KAI serta PT KCI, yang saya dengar yang jadi operator kereta api dalam negeri. Pada pemerintah pusat pun semoga Bapak sudah bersurat ya Pak. Supaya proyek trem ini masuk ke dalam proyek strategis nasional Pak.

Bayangkan Pak, jika trem ini sukses terealisasi, Kota Bogor bakal jadi kota pertama di Indonesia yang menerapkan moda transportasi trem dalam bagian transportasi publiknya. Selain itu Pak, sistem trem yang masuk ke bagian Transit-oriented-Development (TOD), dan dalam studi urban planning, trem ini bakal menjadi motor penggerak perencanaan pembangunan kota dengan berfokus pada integrasi. Untuk urusan istilah teori-teori pembangunan saya percaya Bapak lebih hatam daripada saya.

Karena Pak, Kota Bogor dengan luas wilayah yang terbilang kecil ini, kan dari zaman sononya, dari pas zaman Belanda sudah diwarisi dengan sistem tata kota dengan konsep mixed-use city block yang mengoptimalkan infrastruktur penting kota dalam satu blok.

Terus kalo in nanti udah dikampanyekan, pasti yang dipikirin banyak orang, terus, “angkot gimana?  Bapak tau sendiri, Bogor selain berjuluk Kota Hujan, ya kota sejuta angkot Pak. Tapi pas saya caca-baca lebih jauh mengeni proyek trem ini, saya jadi lumayan tenang. Karena Bapak sudah mengantisipasi itu juga, dan untungnya Bapak gajadi—tau mungkin gagal yah, Pak—dalam membinasakan angkot di akhir masa jabatan Bapak.

Tapi Pak, untuk urusan angkot kalo bapak hilangkan semua, nanti bakalan kayak Jogja yang malah ngebuat lahirnya keruwetan permasalahan yang lain. Masalah angkot, saya denger dari soib Bapak, Pak Dedie, bilang bahwa, “angkot tidak akan dihilangkan semuanya, tapi akan diubah fungsinya untuk menjadi feeder atau pengumpan menuju ke halte bus Trans Pakuan atau ke halte trem terdekat”. Nah untuk rencana ini empat jempol buat Bapak, dan teman-teman bapak sekalian. Karena angkot untuk sekarang masih penting untuk warga Kabupaten dan wilayah-wilayah pinggiran Pak.

Dan jika hal tersebut beneran terlaksana Pak, mungkin setengah permasalahan yang ada di jalan sudah terselesaikan Pak. Dengan andaian bahwa seiring waktu masyarakat dengan habits-nya yang memakai kendaraan pribadi, berpindah ikut memakai transportasi publik. Jadi di jalanan kendaraan-kendaraan pribadi semakin sedikit Pak, jadi kalo Kota Bogor sudah terintegrasi, dalam hal ini seluruh aktivitas dan kebutuhan masyarakat, seperti tempat kerja, pasar, dan tempat rekreasi lainnya, bakal bisa dijangkau hanya dengan transportasi publik atau hanya disambung dengan berjalan kaki.

Karena saya percaya Pak, kemacetan itu bukan hanya soal jumlah kendaraan pribadi yang melampaui kapasitas, atau lebar-kecilnya jalan, tapi kemacetan punya akar dari tata kota yang berantakan. Jadi mau selebar apa Bapak ngebangun jalan, kalo tata kotanya masih acak-acakan yta jangan bermimpi kemacetan hilang.

Kejahatan, Pembunuhan, Kesepian, bisa ditekan dengan Tata Kota Yang Benar

Sekarang Pak, mari kita bicarakan soal tindak kriminal yang belakangan makin menjadi momok ruang sosial kita, sebab masalah ini yang menjadi keresahan saya, atau mungkin orang-orang seusia saya Pak. Dan mengenai soal kejahatan Pak, pasti ada banyak faktor yang mengekor dibelakangnya, kemiskinan, kegilaan, kesetanan, dan entah apalagi sifat setan lainnya. Apalagi pas kita ngomongin motif seorang manusia melakukan pembunuhan. Sebagaimana pun kita coba mahaminnya Pak, pasti selalu ada nonsense dalam kejahatan. Jadi, alih-alih mencoba memahami persoalan yang kompleks—dan berpaling pada soal agama, hukum, dan penghukuman yang terbukti gagal mengendalikan—saya beralih melihat fenomena itu ke terbatasnya ruang hidup, yang menjadi penentu besar tindak laku dan mood seseorang Pak.

Dan saya pun akhirnya tercerahkan Pak, ketika studi dari OPENspace Research Center di University of Edinburgh (2022) menjelaskan bahwa memelihara dan memperbanyak ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan terbukti dapat menurunkan risiko kejahatan.

Dalam studi ini Pak, mereka menyebutkan, bahwa,”Ruang hijau dapat membantu mengurangi prekursor kejahatan, seperti agresi dan stress melalui restorasi. Temuan ini dapat menjadi pertimbangan untuk mencanangkan desain dan lokasi ruang hijau guna meningkatkan kualitas hidup penduduk”.

Untuk yang ini bapak baca baik-baik ya Pak, bahwa pada studi tersebut, para peneliti menyimpulkan bahwa kota dengan banyak ruang terbuka hijau terbukti mampu menurunkan tingkat kejahatan sebanyak 10% dan menurunkan kekerasan dengan senjata api hingga 17%. Bahkan penelitian yang lebih dulu dilakukan di tahun 2008 Pak, menyebutkan fungsi lain dari ruang terbuka hijau, yaitu mampu mengurangi kesepian warga perkotaan sebesar 28%.

Jadi Pak, ruang-ruang terbuka hijau, semacam sempur, selain sebagai fungsi bapak sebagai pencitraan dan jogging, itu mampu mengurangi keresahan generasi sekarang, sepergi kesepian dan ketakutan akan tindakan kekerasan Pak. Sekaligus ruang terbuka hijau mampu membikin udara perkotaan lebih bersih dan hijau. Biar beneran jadi kota di dalam taman Pak.

Jadi seperti kemacetan yang mengakar pada permasalahan tata ruang kota Pak, rasa-rasanya kejahatan dan kekerasan pun bersinergi dengan keruwetan dan kegersangan kota. Jadi untuk menurunkan kejahatan, seperti pembunuhan, perampokan, atau kekerasan Pak, saya rasa empat bulan hasil masa perpanjangan bapak yang dikabulkan MK, Bapak harus punya keberanian untuk ambil kebijakan dengan memperbanyak ruang terbuka hijau dalam kota. Ingat Pak, Ini semua demi kenyamanan warga. Kan itu yang bapak selalu suarakan. Gak, lupa kan?

Jadi, Berapa Ruang Terbuka Hijau Yang Dimiliki Kota Bogor?

Karena Pak, Kota Bogor baru memenuhi 4,2% dari Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang mengharuskan wilayah suatu Kota 30% luasnya harus diisi dengan Ruang Terbuka Hijau.  Dan dari 4,2% ruang terbuka hijau yang dimiliki Kota Bogor itu Pak, ternyata banyak didominasi bukan oleh hutan kota, danau, atau taman yang bisa menjadi ruang interaksi sosial warga perkotaan Pak.

Penelitian yang dilakukan Faza, Santun, dan Rudi (2023), menunjukan bahwa ruang terbuka hijau di Kota Bogor terbanyak adalah sempadan sungai dengan 507,74 Ha atau 4,28% dari luas Kota Bogor. Kedua TPU, dengan luas 189,29 Ha atau 1,60%. Hutan kota (CIFOR dan Kebun Raya) menduduki urutan ketiga, dengan keseluruhan 131,29 Ha atau 1,11%, dan taman hanya berada di urutan kesembilan dengan luas total 26,57 Ha atau 0,55% dari luas Kota Bogor.

Di samping itu Pak, kan Bapak udah ngeluarin Perda-nya No. 8 Tahun 2011 yang memuat sasaran luas RTH sampai dengan tahun 2031 adalah 32,51% dari luas kota, yakni terdiri dari RTH Publik 2.436,93 hektar (20,57%) dan RTH Privat 1.415,30 hektar (11,94%). Kalo udah masuk ke dalam peraturan daerah mah, udah bukan janji kan Pak?

Melihat Perda yang sudah diteken itu Pak, saya jadi tertarik apa upaya Bapak dan penerus Bapak dalam pemenuhan amanatnya itu, apa mungkin kita akan melihat bangunan-bangunan dihancurkan lalu dibuat hutan kota atau taman? Karena Pak, kita udah kelewat bosen melihat pengalihfungsian dari lahan terbuka menjadi suatu bangunan.

Yang lebih parah nih ya Pak, semua perbaikan fasilitas, akses trotoar, hingga pembangunan taman dan alun-alun yang Bapak kerjakan selama masa kepemimpinan, itu masih terpusat di pusat Kota Bogor lho Pak. Cara kebijakan bapak yang seperti itu, bisa membikin kejahatan dan kekerasan di Kota Bogor terpola bak kue donat Pak, yang hanya aman di tengah kota, tapi penuh kriminalitas di setiap sisi kota. Lihat deh Pak, di kota Bogor kejahatan banyaknya ada di pinggiran. Saya rasa itu bukan suatu kebetulan. Apalagi terminal Bubulak yang masih bagian Kota, itu jalanannya udah kayak kolam lele Pak. Padahal kan itu akses penghubung transportasi yang banyak dipakai warga juga. 

Apalagi dari data di atas jelas terlihat, ruang terbuka hijau yang dimiliki Kota Bogor masih terbilang kurang untuk mampu menekan angka kejahatan dan menurunkan terjadinya kekerasan. Kapolresta Bogor Kota, Susatyo, pernah menyampaikan Pak, bahwa “Pada tahun 2022 jumlah tindak pidana kejahatan di wilayah hukum Kota Bogor naik dua kali lipat. Sepanjang tahun itu, tercatat ada sekitar 1.470 kasus dalam bentuk laporan polisi. Jumlah itu meningkat 400 lebih banyak jika dibandingkan dengan tahun 2021”.

Angka itu pun didapat karena berdasarkan adanya laporan Pak, belum terhitung yang malas melapor. Bapak tau sendiri kemalasan generasi saya untuk melapor ke Polisi. Toh gakan beres juga masalahnya, jadi melapor tuh hanya untuk catatan aja, untuk laporan ke Bank atau hal lainnya, dan Pak, dari kejahatan yang naik dua kali lipat itu pun, banyak kejahatan yang terjadi di jalanan dan tempat-tempat umum warga beraktivitas.

Jadi Pak, ketika fakta-fakta itu sudah bisa kita lihat berkaitan. Rasanya tidak susah untuk Bapak melihat bahwa begitu pentingnya ruang terbuka hijau dalam upaya mengatasi permasalahan kota. Dilihat dari segi ekologis juga, ruang terbuka hijau memberi banyak manfaat Pak, bahkan tidak hanya untuk kita manusia, tapi ke seluruh kehidupan yang ada dalam atmosfer bumi, seperti memberikan iklim mikro bagi lingkungan sekitar serta mampu menghasilkan oksigen dan menyerap polusi karbon dioksida dalam lingkungan kota.

Jadi saran saya Pak, pada akhir masa jabatan Bapak ini buatlah banyak kebijakan atau Perda, dengan memperbanyak ruang terbuka hijau. Bikin taman kota di tiap-tiap kecamatan yang belum ada. Bikin hutan kota tambahan seperti Kebun Raya, atau Cifor di kecamatan yang wilayahnya belum penuh dengan bangunan. Bikin lapangan olahraga di tiap kecamatan. dan jangan lupa Pak, buat aturan keras buat mall, pertokoan gedongan, perumahan-perumahan, kampus-kampus dan tiap kantor pemerintahan untuk wajib, kudu punya ruang terbuka hijau.

Yuk, Pak, bisa yuk. Mumpung akhir jabatan juga. Kan itu yang selalu jadi janji manis Bapak, kalo ketemu warga. Mumpung bentar lagi pemilihan juga Pak. Ya, nggak Pak? Akhir kata, peluk jauhlah pokoknya buat Pak Bima Arya Sugiarto.***