Wisata Sajak di Bogor dan Puisi lainnya

Wisata Sajak di Bogor dan Puisi lainnya

Ilustrasi: Almahfudzi


Situs Kota
-Menziarahi Bogor

0

Lewat mesin kalbu kugali-gali makna hidup ini
walaupun puing-puing terkubur ruang dan
waktu, lalu hampa menyelimutiku
aku cari semua kata-kata yang
bersembunyi tanda-tanda
di balik peninggalan
reruntuhan
Kota ini

1

Penggalian
di rimba kenangan
hidup telah lintasi warna
-warni waktu – meruang pencarian
jalan sejarah yang hilang dalam naskah
-naskah kemungkinan: walau semua telah lenyap
dihantam gelombang masa depan, sunyi mengajariku bertahan

Wisata Sajak di Bogor

Kerajaan Pajajaran
tertiban Prasasti Batu-Tulis
yang di dalamnya telah terjadi
pemberontakan kata-kata, larik-larik peristiwa cinta
dan dendam, bait-bait fenomena perang kekuasaan, dan rima
alam-semesta yang berbunyi kehidupan, lampau: Sri-Baduga-Maharaja
pulang ke tanah rimbun Halimun Salaka, tempat pohon suci rasa-mala tumbuh
menunggu bunga.
O, Catatlah, kenangkanlah, telusurilah…………………………………………….

00:00

Sajak 4 Babak untuk si Kabayan

Pengantar:
Di Kota Hujan, para Filsuf diaduk-aduk dalam kopi panas, ketika sehimpun kabut turun dari Gunung Halimun Salak. Timbulah kesia-siaan menggenggam dunia, sebab aroma kopi yang diminum mengapung ke cakrawala rahasia tanpa ujung.
Di Kota Hujan itu, kehangatan kopi menjadi dimensi meditasi: bayang-bayang si Kabayan di situs ingatan, tengah membunyikan musik puisi dari batu-batu berundak, menandakan putaran musim yang tak sanggup di-ramal anak cucunya dewasa ini.

Babak 1
: Sebagai narator
sebagai dalang
kisah mesti terus berjalan…


Berawal dari sandiwara lama, musik mengalun: dari tarawangsa, jentreng-kecapi, angklung, goong-tiup, suling, dan karinding. Musik-musik itu perlahan meredup. Mengheningkan sisa alunan penciptaan semesta. Tanda spiritual kepercayaan masyarakat Sunda.
Karena sandiwara ini mulai diadopsi ke pementasan drama modern, artistik panggung anggaplah realis-surealis nan megah, dengan koor yang mengalunkan nyanyian, sebuah pengantar cerita sewaktu tirai teater terbuka.


Koor:
O, zaman-zaman yang terkurung ruang dan waktu. O, para petapa lampau yang mengembara di situs-situs, kuburan-kuburan, arca-arca, museum-museum, naskah-naskah kuno. O, mengapa kalian senang sekali mengintip kami di teropong semesta?


Babak 2
Di atas panggung, ketika pementasan telah dimulai, si Kabayan masih tertidur pulas. Dengan kasur empuk sejarahnya, memakai bantal budayanya, dan memeluk guling masa depan bangsanya
Penonton menganggap itu bagian dari naskah pertunjukan. Suasana sunyi.


Koor:

lihatlah, si Kabayan senang mengacuhkan kesempatan yang datang dari jalan nasib kehidupan, dibanding mengemis-ngemis motif kejadian masa lampau. Karena ia menjelma hujan yang jatuh dari langit Parahiyangan ini datang berkali-kali, menjadi musim-musim, menumbuhkan tunas makna di tanah Pertiwi.


Babak 3
Si Kabayan masih tertidur, bergumam dalam mimpi indahnya: hoemmm mipit amit ngala menta…
Eiii, marilah, sudah waktunya penonton ikut dalam pertunjukan dan tak boleh sabar menunggu, sesekali mesti ambil bagian dengan pesta pertanyaan. Ujar Ki Dalang.
(penonton beramai-ramai) Ouuuooo, bangun kau Kabayan, Bangun! Ini sebuah pertunjukan. Mengapa pementasan masih berlatar sebuah ranjang di dalam kamar?


Koor:
ini tidaklah seperti sebuah kenyataan hidup. Hidup harus bergerak. Pagi hari adalah kerja, siang hari adalah kerja, sore hari adalah kerja, malam hari adalah kerja. Hidup adalah pekerjaan yang tak pernah selesai, kecuali sudah waktunya beristirahat, dijemput kematian.


Babak 4

Dengan riuh sorak-sorai penonton, Kabayan akhirnya terbangun. Sambil menggerakkan seluruh badannya perlahan, ia berkata: hoaiii! Berisik sekali manusia sekarang ini! Sudahlah, hari ini tak ada perang Raja-raja di Jawadwipa, tak ada juga Sangkuriang di tanah Sunda yang kekeh memprotes Tuhan. Lihatlah, hanya ada aku di sini. Akulah Kabayan, akulah lawanmu di masa depan, yang senang menembak langit dengan senapan mimpi. Jalan sufi pada cerita yang pernah kalian baca di balik namaku ini.


: Sebagai narator cerita
sebagai dalang
Kisah mesti terus berjalan…

2023