Arti dan Makna Lambang Kota Bogor dan Kabupaten Bogor

Arti dan Makna Lambang Kota Bogor dan Kabupaten Bogor

dok. logo kota dan kabupaten Bogor x KITLV


Arti dan Makna Lambang Kota Bogor

Lambang kota Bogor terdiri dari untaian Burung Garuda dengan latar belakang warna merah, Istana Bogor dengan latar warna hijau dan biru, Gunung Salak dengan latar putih, dan Kujang dengan latar merah. Secara keseluruhan gambar-gambar tersebut merupakan satu kesatuan yang padu dan memberikan gambaran tentang Kota Bogor pada masa lalu, masa kini, dan harapan serta cita-cita di masa depan.

1. Burung Garuda

Berwarna kuning emas, dan gambar ini memiliki falsafah yang dalam yaitu bahwa Pemerintahan Kota Bogor dan seluruh masyarakatnya pemegang teguh UUD 45 dan Pancasila sebagai pegangan falsafah arah utamanya. Latar belakang warna merah berarti penuh keberanian untuk menjaga dengan penuh tanggung-jawab akan keabadian Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Istana Bogor

Berlatar belakang langit biru yang cerah serta warna hijau muda yang terhampar di bawah gambar Istana yang berwarna putih mengandung arti bahwa dataran Kota Bogor mengalami pengalaman sejarah yang panjang. Selama 350 tahun pernah dijajah, bagai langit tak terbatas dan hamparan kesuburan tanah yang memikat siapa saja yang mendiami lahan Bogor yang sejuk. Dengan gambar istana yang megah, Kota Bogor pernah dijadikan tempat bermukimnya dan diperintah oleh beberapa Gubernur Jendral Belanda. Mereka begitu mendambakan tempat tersebut, karena jauh dari kebisingan dijadikan tempat beristirahat. Juga menjadi lambang keindahan bagi lahan hutan yang tropis.

3. Gunung Salak

Yang berdiri tegap, dengan latar belakang awan putih seputih kapas tanpa himbasan warna lain, dapat kita angkat akan makna hakikinya yaitu: Di daerah ini pernah berdiri kerajaan maha-besar yang bernama Salaka-Nagara yang menurunkan Raja-raja daerah di seluruh Nusantara sampai ke dataran Semenanjung Melayu. Pada Gunung Salak diabadikannya nama kerajaan tersebut, dan seharusnya gunung itu disebut Gunung Salaka. Disambung dengan kerajaan besar lainnya yaitu Tarumanagara dengan Rajanya bernama Pumawarman. Kemudian ratusan tahun terakhir lahirlah kerajaan Sunda dan Pakuan Pajajaran dengan Rajanya bergelar Sri Baduga (Siliwangi). Mengapa semua kerajaan itu abadi dan sejahtera, karena kepemimpinan yang dijalankannya dengan putih dan suci. Penuh kebijaksanaan dari sang Raja yang memerintahnya. Oleh karena itu lambang dan warna putih yang melatari gambar gunung Salak yang membiru subur itu.

4. Gambar Kujang

Yang runcing bermata dua dan berwarna emas dengan latar belakang wama merah. Gambar ini mengandung falsafah bahwa Kujang adalah lambang agraris daerah Bogor di masa lampau. Kujang juga dijadikan pusaka bagaikan logam mas serta alat untuk perang. Setiap santara dan putri kerajaan diharuskan memiliki Kujang, tapi berbeda nama serta memiliki makna sendiri. Kujang dalam lambang gambar itu benar-benar runcing ujungnya, mengandung arti hanya dengan ilmu pengetahuan yang tajam, serta cita-cita yang utama keberhasilan akan tercapai, penuh keberanian dalam berkorban dalam mencari ilmu pengetahuan yang hakiki. Cita-cita untuk menguasai ilmu yang diberkatkan Tuhan kepada umat-Nya dapat dihasilkan. Mata yang kedua pada Kujang adalah sang ilmu dengan tujuan utamanya yaitu untuk kesejahtraan manusia dan keimanan yang benar-benar taqwa kepada Yang Maha Agung, Tuhan, Seru Sekalian Alam (Habluminallah dan Habluminannas).

Visi dan Misi Kota Bogor

Pokok-pokok kebijaksanaan regional telah menempatkan Kota Bogor sebagai kota yang sangat strategis, sehingga diperlukan suatu visi pembangunan guna mewujudkan kemandirian kota dan pembangunan yang berkesinambungan.

Kondisi Kota Bogor yang banyak dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang khas dan masyarakatnya yang memiliki idealisme merupakan landasan pemikiran untuk menetapkan Visi Kota Bogor, yaitu mewujudkan kota dalam taman sebagai langkah awal menuju kota internasional. Visi tersebut dapat tercapai melalui proses setahap demi setahap dalam periode lima tahunan.

Di samping kebijaksanaan, penggalian visi pembangunan juga didasarkan pada falsafah Kota Bogor yaitu: Di Nu kiwari Ngancik Nu Bihari Seja Ayeuna Sampeureun Jaga (apa yang kita miliki hari ini adalah hasil kerja kita di hari kemarin, dan apa yang kita miliki hari ini adalah untuk kehidupan kita di hari esok) yang memiliki arti yang sangat mendalam, dalam mewujudkan visi pembangunan dimasa yang akan datang.

-Pencapaian visi pembangunan Kota Bogor akan diwujudkan melalui pengimplementasian misi sebagai berikut:

-Mempersiapkan Kota Bogor sebagai kota dalam taman sebagai langkah awal menuju kota internasional

Merealisasikan Kota Bogor yang bersih indah mandiri aman dan nyaman (BERIMAN) dengan semangat era baru menuju peningkatan produktifitas dan kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan pembangunan masa depan Kota Bogor tercakup dalam lima prioritas pembenahan strategi operasional untuk mengarahkan Kota Bogor sesuai visi dan misi yang telah ditetapkan. Adapun lima prioritas pembenahan tersebut adalah:

a. Pembenahan Aspek Fisik dan Lingkungan

b. Pembenahan Aspek SDM

c. Pembenahan Aspek Sosial dan Budaya

d. Pembenahan Aspek Ekonomi e. Pembenahan Aspek Politik

Sejarah dan Perjalanan

1. Kerajaan Pajajaran

Masyarakat Bogor, umumnya masyarakat Jawa Barat, meyakini bahwa ibu kota Kerajaan Pajajaran terletak di Kota Bogor, dengan bukti beberapa catatan dan bukti sejarah (prasasti), Lokasi Pakuan merupakan lahan “lemah duwur” yang satu sisinya menghadap ke arah Gunung Pangrango. Tahun 1482, Pakuan mengalami masa jaya pada zaman Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi). Tahun 1522 Pakuan sudah memiliki hubungan dengan Portugis. Lingkup regional Kota Bogor merupakan pusat pemerintahan dengan wilayah pengaruh Sunda Kelapa.

Alun-alun Empang merupakan Alun-alun kerajaan yang merupakan pusat orientasi. Prasasti Batutulis menandakan pendirian kota Pakuan.

Pada masa tilem yaitu waktu antara Pajajaran sirna sampai ditemukannya kembali oleh ekspedisi Scipio berlangsung kira-kira satu abad. Kota yang pernah berpenduduk 50.000 orang ini ditemukan sebagai puing yang diselimuti hutan.

2. Penjajahan Kumpeni dan Belanda

Pada masa Kumpeni, Kota Bogor yang semula berfungsi sebagai pusat orientasi Kota Jakarta (Sunda Kelapa) pada masa ini berbalik menjadi wilayah belakang (hinterland) Kota Jakarta. Pada masa ini terjadi beberapa perubahan atau perkembangan di Kota Bogor, yaitu:

Tahun 1667, daerah barat Citarum diserahkan Mataram kepada VOC, akibatnya Bogor termasuk daerah kekuasaan VOC.

Tahun 1745, Gubernur Jenderal Baron van Imhoff memilih sebidang tanah (Istana Bogor sekarang) sebagai tempat peristirahatan dan persinggahannya yang diberi nama Buitenzorg artinya di luar kesibukan.

Pada tahun 1754 ibu kota Kabupaten Bogor yang berkedudukan di Tanah Baru-Cimahpar- Sukaraja diusulkan untuk pindah ke Tanah Sukahati-Empang Bogor. Menurut dokumen No. 9092 tgl. 29 Desember 1761, Bupati Tanah Baru-Cimahpar-Sukaraja sudah berkedudukan di Sukahati-Empang Bogor. Bupatinya adalah Natanagara. Sedangkan menurut Sejarah Bogor, mungkin Bupati pertama yang mendiami Sukahati-Empang Bogor adalah Demang Wiranata yang memangku jabatan sebagai Bupati tahun 1749-1758.

Pada awal tahun 1775 penghuni Kota Bogor membuat karya besar monumental yakni menggali terusan/kanal Cidepit (depan PU Paledang) menyatukan aliran Cisadane-Cipakancilan terus mengalirkannya ke Satuduit. Kanal ini dibuat dengan sistem kerja “gotong royong. gugur gunung, dan rambate rata hayu” selama 200 hari, dengan prakarsa Bupati Aria Natanagara, yang memegang tampuk pemerintahan kabupaten dari tahun 1761-1787. Terusaan/ kanal itu selesai hari Selasa tanggal 6 Agustus 1776. Ide pembuatan terusan/kanal bukan dari Gubernur Jenderal VOC Belanda, tetapi murni hasil pemikiran dan karya bangsa kita Sunda- Indonesia.

Pada tahun 1780 ditetapkan Undang-undang yang isinya bahwa tempat kedudukan resmi Gubernur Jenderal di Istana Buitenzorg. Jalur Bogor-Batavia resmi sebagai jalur utusan pemerintah antara Bogor-Batavia. Jalur tersebut ditempati oleh orang-orang Belanda yaitu sebelah barat Jl. Jend. Sudirman. Pada 18 Mei 1817 diresmikan berdirinya Kebun Botani (halaman belakang Istana Buitenzorg).

Tahun 1836, Gubernur Jenderal De Eerens mendirikan “Pilar Pabaton” sebagai monumen dikembalikannya Hindia Belanda oleh Inggris kepada Belanda. Pada tanggal 30 Mei 1868 secara resmi pengurusan Kebun Raya Bogor terpisah dari halaman Istana Bogor. Prof. R. Melchior menjadikan Kebun Raya Bogor sebagai ‘mercusuar dalam bidang ilmu pengetahuan alam. Kota Bogor ditetapkan sebagai pusat penelitian tumbuhan tropis dan pusat kegiatan perkebunan.

Tahun 1872 terjadi pemusatan perdagangan di komplek Pecinan dan lokasi Pasar Bogor sekarang. Akibat penetapan Bogor sebagai pusat tanaman tropis dan pusat kegiatan perkebunan, maka kurun waktu tahun 1876 sampai tahun 1940 di Kota Bogor banyak didirikan institusi yang berhubungan dengan fungsi Kota Bogor tersebut.

Tahun 1903 keluar Undang-undang desentralisasi yang bertujuan untuk menghapus sistim pemerintahan tradisional dengan sistem administrası modern. Sebagai realisasi dari pemberlakuan UU tersebut, pada tahun 1903 pemerintahan Hindia Belanda membentuk Gemeente diantaranya Gemeente Buitenzorg.

Pada masa pendudukan Jepang, Kota Bogor tidak mengalami perkembangan. Kebijakan Jepang hanya ditujukan untuk maksud perang. Pada masa ini semua gedung utama digunakan untuk kepentingan militer Jepang. Pada masa kemerdekaan RI hingga tahun 1960 Kota Bogor tumbuh secara alamiah.

Nama-nama Tempat Bersejarah

Nama-nama jalan sekitar Pasar Bogor, ada yang perlu tetap dipertahankan seperti sekarang. Jangan diganti karena juga bernilai sejarah. Misalnya Jalan Roda, nama jalan ini untuk mengingat bagaimana menata lalu lintas kota zaman dulu. Alur jalan ini untuk keluar masuk roda dua yang ditarik kuda dari dan kearah luar kota. Semua roda mesti melalui alur ini dan kemudian lewat masuk ke Jalan Pedati. Memuat dan membongkar muatan, semua roda mesti di jalan ini. Orang pejalan kaki alurnya bukan dijalan ini tetapi dari arah ke atau dari Sukasari- Tajur mesti lewat Jalan Lawangsaketeng. Di jalan Roda-Pedati ada “TPR” untuk setiap roda lewat. Di Jalan Lawangsaketeng ada “TPR” pajak kepala, artinya orang yang lewat mesti membayar “saketeng” (nilai uang zaman dulu dalam ukuran sen), tidak terkecuali anak yang dipangku atau orang yang digotong.

Kemudian gang-gang yang menghubungkan Jalan Roda dan Jalan Suryakencana (d/h Handelstraat) ada yang namanya Gang Aer, yang selokannya tempat mengalirkan air limbah dan air hujan ke Sungai Ciliwung. Ada juga Gang Jukut, tempat orang berdagang rumput makanan kuda roda. Ada juga nama Gang Hunt, tempat orang berjualan dedak makanan kuda roda. Ke Jalan Roda-Pedati ini termasuk delman-dokar yang masuk keluar Pasar Bogor dan pajak kepala tetap berlaku.

Nama-nama kampung di Kota Bogor pun ada juga yang bercitra khusus. Sehagian Sukamulya dulu pernah bernama Babakan Bombay, karena Belanda menempatkan secara khusus orang-orang Bombay di situ. Kebunjukut yang sekarang padat rumah dulunya memang kebun yang penuh rumput. Kampung Cingcan dihuni oleh para pedagang cincau. Lebaksoto adalah pemukiman orang-orang yang berjualan soto. Kampung laksa tempat bermukim para penjual laksa.

Rancamaya adalah kampung yang dibangun diatas “ranca” (tempat yang datar berumput tetapi tertutup genangan air yang bening…”maya”), Babakanpeundeny, Kampung yang dibuka sebagai tempat tinggal di atas “kebon peundeuy” (sebangsa petai). Babakanpasar = Lebakpasar, kampung yang dibuka oleh para pedagang di Pasar Bogor, kebanyakan warga urbanis dari luar kota.

Adapun Jembatan Satuduit merupakan pintu masuk Kota Bogor dari arah utara, tempat tiap orang lewat mesti bayar satu duit. Nama Tanah Sareal muncul bersamaan dengan masa krisis keuangan Belanda sehingga kavling-kavling di sana dijual seharga satu real.

***

Arti dan Makna Lambang Kabupaten Bogor

Bagian inti lambang:

1. Kujang: Senjata tradisional masyarakat Pajajaran, melambangkan keberanian, keagungan, keperwiraan, dan tak gentar dalam menegakkan kebenaran.

2. Daun Pakujajar kiri-kanan: melambangkan keteguhan dalam mempertahankan budaya masyarakat Pajajaran dulu berpusat di pedalaman Bogor.

3. Harupat: adalah lidi daun enau berwarna hitam melambangkan keberadaan asal mula nama Bogor. Keras namun mudah terpatahkan adalah simbol kokoh dan kuat pada kebenaran, tapi mengakui jika ada kesalahan dan menerima saran bila terdapat kekurangan.

4. Telur: di dalamnya terdapat kujang, harupat, daun pakujajar dilatar belakangi wama putih melambangkan asal mula dan inti utama kehidupan manusia yang haris di isi oleh kesucian.

Bagian tengah lambang:

Dua puncak gunung adalah Gunung Salak dan Gunung Pangrango merupakan perbatasan Kabupaten Bogor di Bagian Selatan. Di-tempatkan di bagian atas lambang merupakan cita-cita tinggi. Dua aliran sungai: menggambarkan sungai Ciliwung, Cisadane memiliki makna kesuburan bagi kehidupan. Segi tiga sama sisi: mengandung arti keutamaan, melambangkan pula bahwa kesuburan dan kekayaan alam seharusnya dimanfaatkan agar memperoleh bagi kebahagian bersama.

Bagian Luar:

Lingkaran merupakan lambang kesempurnaan. Di samping itu memiliki arti bahwa dalam memperjuangakan kelangsungan hidup manusia, harus ditujukan pada kesempurnaan lahir batin. Juga diartikan bahwa bumi yang bulat tempat hidup manusia.

Makna warna:

1. Warna hitam dan putih mengandung falsafah hidup yang harus menjadi pegangan, kebebarab, kesucian, kebijakan, hitam melambangkan kebatilan, arogansi, kesuraman.

2. Kuning emas: melambangkan kejayaan, keluhuran budi pekerti/moral, kebesaran jiwa.

3. Biru : kedigjayaan, keindahan alam yang dimiliki daerah untuk kebahagiaan, alam yang mempesoríakan bagi siapa saja yang datang menikmatinya.

Perisai:

Tiga sudut, dalam perisai melambangkaan Tritangtu di Bumi, bahwa kesejahteran bersama akan tercapai jika tiga komponen utama yaitu resi/kaum agamawan, orang berilmu/cendekiawan, dan raja/pemerintah dapat bersatu dalam satu tujuan untuk kesejahteraan umat.

Motto Kabupaten Bogor:

1. Prayoga Tohaga Sayaga.

Prayoga berarti utama, Tohaga berarti kuat dan kokoh, sayaga berarti pendirian dalam perjuangan. Berjuang mencapai cita-cita bagi masyarakat yang adil-makmur-sejahtera. Motto inilah yang harus dijiwai oleh setiap warga Kabupaten Bogor. Tujuan utamanya yaitu secara bersama untuk menghadapi tantangan dan rintangan.

2. Kuta Udaya Wangsa.

Kuta atau Kute berarti Kota, berarti juga parit pertahanan, udaya berarti fajar, wangsa berarti suku bangsa. Makna lainnya bahwa Bogor secara keseluruhan menjadi pusat pembangkit dalam memperjuangkan pembangunan dan kemajuan serta kemakmuran bagi masyarakat.

3. Tegar beriman.

Kepanjangan dari Tertib, Segar, Bersih, Indah, Mandiri, Aman, dan Nyaman. Tegar beriman mengandung makna gambaran dari keadaan masyarakat dan lingkungan daerah serta alamnya oleh hiasan prilaku masyarakat, baik secara pribadi ataupun kelompok dengan landasan iman yang kokoh. Kalimat Tegar Beriman yang tertera pada perisai, melambangkan kekuatan serta kokohnya iman merupakan benteng dan perisai, rusaknya moral dan etika serta budaya masyarakat. Tegar Beriman tertera pada segi lima sebagai wujud dari Prayoga, Tohaga sayaga dan Kuta Wangsa.

Ciri Khas Kabupaten Bogor

Untuk mengenal dan mengetahui lebih dekat mengenai keberadaan Kabupaten Bogor, perlu kiranya untuk mengenali potensi-potensi yang dimiliki dari aspek budaya, karakteristik masyarakatnya, produksi pertanian, dan makanan khasnya. Potensi-potensi ini yang menjadi ciri khas Kabupaten Bogor merupakan kebanggan tersendiri, karena dengan ciri khas ini tentunya akan dapat membedakan Kabupaten Bogor dengan daerah lainnya di Jawa Barat. Ciri-ciri khas tersebut, berupa:

Seni Budaya

Ciri khas yang dimiliki oleh Kabupaten Bogor di bidang seni Budaya merupakan potensi yang baik bagi pengembangan Sektor Kepariwisataan. Antara lain Seni Topeng Čisalak. Angklung Gubrag, Kliningan, Pencak Silat Cimande, Wayang Golek.

Karakteristik Masyarakat

Masyarakat Bogor sebutan Heuras cokor, heuras genggerong. “Heuras cokor” adalah kuat dan kokohnya sikap (pengkuh) masyarakat Bogor terhadap segala aturan dan ketentuan hidup yang dipakai oleh para leluhur terdahulu. Sehingga barang siapa yang mencoba untuk melanggarnya, masyarakat Bogor akan bangkit untuk menindaknya.

Sedangkan arti dari “Heuras Genggerong” adalah bahwa masyarakat Bogor memiliki sifat terbuka (balaka) yang mengandung makna tidak suka berbohong, atau dengan kata lain jujur bicara seadanya (Sumber. Buletin Tegur Beriman Kabupaten Bogor, Juni 1994).

Dengan landasan falsafah hidup peninggalan para leluhurnya disamping falsafah hidup yang secara universal dipedomani oleh bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan agama. masyarakat Kabupaten Bogor memiliki karakteristik dalam kehidupan sehari-hari, seperti masih kuatnya tradisi.

Visi dan Misi Kabupaten Bogor

Pembangunan di Kabupaten Bogor dijalankan untuk mencapai visi Terwujudnya Masyarakat Yang Maju, Mandiri, Sejahtera Berlandaskan Iman dan Taqwa. Visi tersebut dijabarkan dalam bentuk misi:

1. Menegakkan Supremasi Hukum

2 Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)

3. Meningkatkan Peran Serta Masyarakat Dalam Pembangunan Daerah

4. Memelihara Ketentraman dan Ketertiban Masyarakat

5. Meningkatkan Taraf Kesejahteraan Rakyat

6. Meningkatkan Perekonomian Daerah

7. Memantapkan Kualitas Iman Dan Taqwa

Kabupaten Bogor dibangun dan dikembangkan dengan cara memadukan dan mensinergikan berbagai pendapat, pikiran, langkah dan tindakan seluruh penyelenggara Pemerintahan Daerah dan masyarakat ke dalam Rencana Strategis (Renstra) daerah atau Program Pembangunan Daerah (Propeda) Kabupaten Bogor mengenai sasaran dan tujuan pembangunan yang hendak dicapai oleh Kabupaten Bogor selama 5 (lima) Tahun yang akan datang (2002-2006). Hal ini sesuai dengan arah kebijakan yang berkaitan dengan misi Kabupaten Bogor tersebut yang dititikberatkan pada 4 (empat) bidang yaitu:

1. Bidang Pembangunan Wilayah, khususnya jalan dan jembatan.

2. Bidang Pendidikan

3. Bidang Kesehatan

4 Bidang Ekonomi

Dari Tarumanagara, Pakuan Pajajaran, Pendopo, Sampai ke Cibinong

1. Sejarah Kabupaten Bogor

Sejarah Kabupaten Bogor telah menempuh perjalanan panjang sejak zaman Tarumanagara pada pertengahan Abad ke-4, masa Kerajaan Sunda sejak abad ke-7, hingga zaman Pajajaran sampai tahun 1579, hingga menjadi daerah penyangga Ibu kota Republik Indonesia. Jauh sebelum memiliki kompleks perkantoran sendiri yang megah dan Ibu kota Kabupaten di Cibinong, sebelumnya daerah ini memusatkan aktifitasnya di Bogor. Sampai awal tahun 1990-an, Bupati Bogor berkantor di Pendopo Kabupaten Bogor Jalan Veteran Nomor 27 Kota Bogor.

Dari catatan sejarahı, pada tahun 1745, cikal bakal masyarakat Bogor berasal dari sembilan kelompok pemukiman yang digabungkan oleh Gubernur Baron Van Imhoff menjadi inti kesatuan masyarakat Kabupaten Bogor. Kala itu, Bupati Demang Wartawangsa berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyat Bogor, dan menata lingkungan yang berbasis pertanian. Caranya, dengan menggali terusan dari Ciliwung ke Cimahpar dan dari Nanggewer sampai ke Kalibaru/Kalımulya.

Prasasti Ciaruteun

Penggalian untuk membuat terusan kali, lalu dilanjutkan di sekitar pusat pemerintahan di Tanah Baru. Pada tahun 1754 pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah Sukahati (Kampung Empang sekarang). Ada berbagai pendapat tentang lahirnya nama Bogor itu sendiri. Salah satu pendapat menyatakan bahwa nama Bogor berasal dari kata bahai atau baqar yang berarti sapi dengan alasan terdapat bukti berupa patung sapi di Kebun Raya Bogor.

Pendapat lainnya menyebutkan bahwa nama Bogor berasal dari kata bokor yang berarti tunggul pohon enau (kawung). Pendapat di atas memiliki dasar dan alasan tersendiri diyakini kebenarannya oleh setiap ahlinya. Namun, berdasarkan catatan sejarah, pada tanggal 7 April 1752 telah muncul kata Bogor dalam sebuah dokumen dan tertulis Hoofd Van de Negorij Bogor. yang berarti kepala kampung Bogor. Pada dokumen itu, lalu diketahui juga bahwa kepala kampung itu terletak di areal Kebun Raya yang proses pembangunannya dimulai pada tahun 1817. Orang Belanda menyebut Bogor dengan nama Buitenzorg.

Perjalanan sejarah Kabupaten Bogor memiliki keterkaitan yang erat dengan zaman kerajaan yang pernah memerintah di wilayah ini. Pada empat abad sebelumnya, Sri Baduga Maharaja dikenal sebagai raja yang mengawali zaman Kerajaan Pajajaran. Raja tersebut terkenal dengan “ajaran dari leluhur yang dijunjung tinggi yang mengejar kesejahteraan”. Sejak saat itu, secara berturut-turut tercatat dalam sejarah adanya kerajaan-kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah tersebut, yaitu:

1. Kerajaan Tarumanagara diperintah oleh 12 orang raja, dari tahun 358 sampai tahun 669

2. Kerajaan Galuh diperintah oleh 14 raja, dari tahun 516 hingga tahun 852

3. Kerajaan Sunda diperintah oleh 28 raja, dari tahun 669 sampai tahun 1333

4. Kerajaan Galuh di Kawali yang diperintah oleh 6 orang raja, sejak tahun 1333 hingga 1-482.

5. Kerajaan Pajajaran, berkuasa sejak tahun 1482 hingga tahun 1579 diperintah oleh 6 orang raja.

Pelantikan Raja Pajajaran yang bertahta di Pakuan terkenal sebagai Sri Baduga Maharaja. menjadi satu perhatian khusus. Pada waktu itu terkenal dengan upacara Kuwerabhakti yang dilangsungkan tanggal 3 Juni 1482. Tanggal itulah yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Bogor, yang secara resmi dikukuhkan melalui sidang pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor pada tanggal 26 Mei 1972. Pada tahun 1975, Pemerintah Pusat (dalam hal ini Menteri Dalam Negeri) menginstruksikan bahwa Kabupaten Bogor harus memiliki Pusat Pemerintahan di wilayah Kabupaten sendiri, dengan kata lain memindahkan Pusat Pemerintahan yang secara fisik berada di wilayah Kota Bogor.

Mengacu pada hal tersebut, Pemkab Bogor (dulu Pemerintah Daerah Tingkat II Bogor) mengadakan penelitian di sejumlah wilayah Kabupaten Bogor untuk dijadikan ‘calon’ Ibu kota sekaligus berperan sebagai pusat pemerintahan. Dari observasi itu, muncul beberapa alternatif lokasi yang akan dipilih, diantaranya Kecamatan Ciawi (Rancamaya), Leuwiliang. Parung dan Kecamatan Cibinong (Desa Tengah).

Pada awalnya, Rancamaya-lah yang dijagokan Pemkab Bogor dan diajukan ke Pemerintah Pusat untuk dijadikan Ibu kota. Akan tetapi, Pemerintah Pusat menilai Rancamaya terlalu dekat dengan pusat pemerintahan Kota Bogor, dan dikhawatirkan masuk ke dalam rencana perluasan dan pengembangan wilayah Kota Bogor. Faktanya, wilayah Rancamaya kini benar-benar menjadi milik Kota Bogor.

Oleh karena itu, para petinggi Kabupaten Bogor disarankan memilih tempat lain. Setelah melalui proses panjang, dan pertimbangan matang, dalam sidang Pleno DPRD Kabupaten (dulu Daerah Tingkat II) Bogor, tahun 1980, ditetapkan bahwa calon Ibu kota adalah Cibinong. tepatnya di kawasan Desa Tengah, Kecamatan Cibinong.

Lantas, penetapan calon Ibu kota ini diusulkan kembali ke Pemerintah Pusat dan mendapat persetujuan yang dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 1982, yang menegaskan bahwa Ibu kota pusat pemerintahan Kabupaten Bogor berkedudukan di Desa Tengah Kecamatan Cibinong.

Sejak saat itu, dimulailah rencana persiapan pembangunan pusat pemerintahan Ibu kota Kabupaten Bogor, dan pada tanggal 5 Oktober 1985 dilakukan peletakan batu pertama oleh Bupati Bogor pada saat itu yang dijabat Kol. Czi Soedardjat Nataatmadja. Sementara pembangunan fisik gedung perkantoran berlangsung, pada tahun 1989 proses pemindahan kantor dinas, instansi, dan lembaga, mulai dilakukan secara bertahap. Dari yang awalnya berada di Kota Bogor, pindah ke Kompleks perkantoran di Desa Tengah, Cibinong.

Penulis: Eman Soelaeman

***

Catatan: tulisan ini kami ambil dari buku Kumpulan Asal Mula Nama Tempat (Toponimi) Kota Bogor, Kabupaten Bogor, dan Kota Depok olahan Eman Soelaeman, yang dengan harapan dapat dibaca luas serta menjadi wahana pembelajaran (pijakan) bersama, terkhusus dalam program Surat-surat untuk Bogor.