Surat Cinta Untuk Bogor: Bagaimana dengan pendidikan kita?

Surat Cinta Untuk Bogor: Bagaimana dengan pendidikan kita?

Dok. Leidenuniversity x Flickr


Pada tulisan ini akan saya awali dengan bagaimana polosnya siswa-siswa kita bertanya tentang mengapa usiamu (Bogor) lebih tua dari Indonesia? Itu sama dengan pertanyaan tentang bagaimana bisa anak (daerah) bisa lebih tua dari induknya (negara). Maka, kujelaskan saja bahwa keduanya memiliki sejarah yang berbeda. Indonesia tercatat hadir ke muka bumi ketika Ir. Soekarno secara tegas melantangkan proklamasi pada 17 Agustus 1945 di jalan Pengangsaan Timur, Jakarta. Mengapa Bogor lebih tua? Karena, konon, patokan kehadirannya yaitu ketika penobatan Prabu Siliwangi menjadi Raja di Kerajaan Pajajaran serta perayaan Ibu Kota Pakuan Pajajaran. Konon penobatan itu dilakukan di Bogor pada tanggal 3 Juni 1482, yang itu pun masih digali kebenarannya oleh beberapa peneliti.

Lihatlah betapa kritis anak-anak kita!

Saya adalah seorang guru, di Bogor. Saya lahir, besar, bersekolah, sampai akhirnya mengabdi menjadi guru di hunian yang bernama Bogor. Sejatinya, sebagian besar hidup saya adalah tentang pendidikan di Bogor. Dan saya bukan orang satu-satunya. Masih banyak ribuan orang juga yang sama dengan saya. Jadi, pada kesempatan ini saya ingin bicarakan tentang pendidikan kita bersamamu, Bogor. Ya, alhamdulillah, ribuan orang baru-baru ini dijadikan guru ASN dengan harapan bahwa kesejahteraan kami akan membaik. Alhamdulillah. Satu persoalan pendidikan kita cukup memiliki penyelesaian.

Tapi Bogor-ku tercinta, persoalan pendidikan di Bogor bukan hanya banyaknya guru honorer di instansi negeri. Sepengetahuan saya, masih banyak sekolah-sekolah negeri di sini yang fasilitasnya tak sebanding dengan keinginan zaman. Digititalisasi, interaktif, penuh teknologi dalam pembelajaran menjadi tuntutan kurikulum dan zaman. Sementara itu, sekolah-sekolah kita masih belum bisa mengikutinya. Ya, saya tahu, bahwa jumlah sekolah negeri di Bogor ini jumlahnya sangat banyak dan butuh banyak anggaran. Saya harap, kau cukup kuat untuk terus berjuang memenuhinya, Bogor.

Di luar hal itu, sekolah-sekolah di wilayah kita memang cukup kondusif. Artinya, cukup untuk menampung minat-minat sekolah anak-anak kita. Kita tidak pernah kekurangan siswa di berbagai jenjang. Malah, PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) dari tahun ke tahun semakin membaik dan semakin banyak peminatnya. Sampai-sampai ada saja sekolah yang kewalahan karena jumlah ppendaftar begitu banyak sementara kuota penerimaan yang terbatas. Saya paham bahwa hal ini juga bertujuan untuk adanya pemerataan. Jangan sampai warga hanya percaya pada instansi negeri, maka PPDB diperketat dan dibatasi. Alhasil, ada kesempatan pilihan untuk intansi swasta.

Ada apa sebenarnya? Apakah karena di sekolah negeri tidak ada pungutan biaya pendidikan sehingga orang berduyun-duyun? Apa karena orang kehilangan kepercayaan terhadap instansi swasta? Apa pun jawabannya, Bogor masih muda dalam hal sistem PPDB yang berbasis online yang mulai diterapkan. Gagal teknologi terjadi di mana-mana, mulai dari guru, operator, sampai orang tua siswa. Ada saja orang tua siswa yang masih menginginkan anaknya masuk negeri bagaimana pun caranya, walaupun pada PPDB online jelas tertolak sesuai regulasi. Apakah perlu sekolah negeri baru?

Bogorku sayang.

Sebagai seorang guru, saya dilematis tentang di mana peran sekolah dalam kehidupan masyarakat. Perihal orang tua-orang tua di wilayah kita banyak yang masih menganggap bahwa sekolah adalah pendidikan primer untuk membentuk manusia. Kerap keluarga dinomor-duakan.

Ketika seorang anak yang telah mencapai jenjang SMP masih belum lancar berhitung dan membaca. Kondisi seperti ini cukup memprihatinkan. Tak juga kita bisa menyalahkan guru di jenjang sebelumnya. Bagaimana orang tua bisa tak peduli dengan hal ini? Akhirnya, orang tua akan membebankan hal tersebut pada sekolah. Yang terjadi bahwa persoalan ini menjadi bola panas yang terus dilempar dari tangan satu ke tangan lainnya.

Padahal, di zaman sekarang, kemampuan calistung adalah kemampuan anak yang harus sudah dimulai pembelajarannya dari rumah. Di sekolah, anak-anak akan meningkatkan kemampuan itu. Pendidikan anak adalah kolaborasi orang tua dan sekolah, kan, Bogor? Sementara itu banyak orang tua di kita belum sadar akan hal itu. Yang mereka tahu, anaknya diserahkan sepenuhnya ke sekolah. Maka perlu adanya penyadaran bahwa perhatian orang tua di rumah akan bagaimana proses pendidikan anaknya sangat penting. Dengan begitu, orang tua akan tahu apa yang menjadi kekurangan dan kelebihan anaknya dalam proses pendidikan. Di Bogor, kesadaran tersebut masih minim-seminim-minimnya.

Selain itu, program-program pendidikan juga harus terus digalakan. Sebelumnya, Kau punya program Bodas (Bogor Cerdas) yang bagaimana perhatian Pemkab langsung turun ke masyarakat. Buku-buku modul belajar dicetak, uang bantuan dicairkan, dan segala macam terkait program ini dilancarkan. Namun, bagaimana evaluasinya? Sejauh mana efektivitas program tersebut?

Bogor, saya benar-benar ingin mencurahkan hati saya sepenuhnya tentang pendidikan kepadamu. Namun, banyak hal yang terus terang sulit diungkapkan. Saya yakin kau pun mengetahuinya. Bogor, jika kau manusia, aku ingin berterima-kasih sekaligus membukakan matamu penuh-penuh agar kau sendiri bisa melihat bagaimana pendidikan di wilayahmu ini. Saya ingin kau tetap mendengar keluh-kesan dan kritik pendidikan untuk kemajuan sumber daya manusia di wilayahmu ini.

Bogor, selamat atas 542 tahun ini, bagaimana pendapatmu tentang pendidikan di sini?