Politikus dan Poligami

gambar. AI


Sejujurnya, awalnya saya menulis artikel bahasa ini karena kegelisahan tentang makna dari “politikus”. Kata tersebut berawal dari kata politik ditambah akhiran –us, salah satu yang jarang ditemukan dalam bahasa Indonesia. Tercatat saya hanya mengetahui empat bentukan kata yang menggunakan akhiran –us; “ambisius”, “politikus”, “alumnus” dan “musikus”. Tiga diantaranya (politikus, alumnus, musikus) secara sederhana diketahui sebagai infleksi atau perubahan kata yang merujukkan berbagai hubungan gramatikal untuk menyatakan hubungan unsur jumlah. “Politikus” sebagai bentuk tunggal dari “politisi”, “alumnus” sebagai bentuk tunggal dari “alumni”, dan “musikus” sebagai bentuk tunggal dari “musisi”.

Berbeda dengan tiga lainnya, “ambisius” membentuk kata sifat (adj) dari kata “ambisi”. Artinya, “ambisius” berarti memiliki keinginan keras atau memiliki ambisi. Biasanya kata “ambisius” ini diwujudkan untuk menyatakan keinginan dalam suatu kepentingan.

Akhirnya diketahui bahwa akhiran –us ini salah satu akhiran yang diserap dari bahasa asing. Namun sayangnya saya kurang mendapat referensi dalam mengkaji akhiran ­–us yang langka itu.

Saat mencoba untuk mencari referensi tambahan di internet, saya menemukan artikel bahasa yang membahas tentang “politikus”. Di sebuah portal media massa yang diunggah setahun lalu, artikel itu membahas kata politikus dengan sangat renyah dan menggelitik. Saya cekikikan ketika penulisnya membedah kata “politikus” dengan memisahkan kata itu menjadi “poli”-(artinya banyak) dan “tikus” (hewan pengerat, hama yang merugikan). Tapi, saya anggap itu sebagai banyolan yang bersifat satire meski disuarakan dengan halus.

Pada dasarnya, saya setuju dengan penulis artikel itu yang mengatakan bahwa tak semua politikus merugikan dengan mengorupsi uang negara demi kepentingan pribadi dan atau kelompoknya. Dan juga karena di KBBI sendiri “politikus” berarti ahli politik: ahli kenegaraan.

Lalu saya menemukan hal yang menarik lainnya sejauh saya mencari bahan untuk tulisan ini. Kali ini berkaitan dengan kata terikat “poli-“. Kata terikat “poli-“ itu sendiri kita ketahui kata terikat yang menyatakan banyak. Dalam KBBI pun poli- berarti demikian. Saya ambil contoh “politeknik”, “poliklinik”, “poligami”, “poliandri”, dan “poligini”. Masing-masing di antara bentukan kata terikat “poli-“ tersebut memiliki makna yang berbeda-beda tapi tetap menunjukkan jumlah yang banyak atau bukan satu (mono). Dan yang membuat saya tertarik adalah “poligami”, “poliandri”, dan “poligini”.

Selama ini masyarakat sering menggunakan kata “poligami” untuk mengatakan seorang lelaki yang menikahi lebih dari satu perempuan. Jika itu benar, maka lawan dari kata itu adalah “poliandri”, yakni wanita yang menikahi lebih dari satu lelaki dalam waktu bersamaan. Lalu apa makna dari “poligini”? “Poligini”, dalam KBBI, berarti sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria memiliki beberapa wanita sebagai istrinya dalam waktu yang bersamaan.

Hal yang demikain itu ternyata memiliki sebuah kekeliruan yang mengakibatkan kesalahpahaman. “Poligami” dalam KBBI, sebetulnya, berarti sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan. Hal itu menandakan belum merujuk pada salah satu jenis kelamin tertentu. Juga pada dasarnya “poligami” dalah lawan dari kata “monogamy” yang berarti sebaliknya.

Dalam kasus tersebut seakan-akan ada sentimen terhadap salah satu jenis kelamin. Bukan karena saya lelaki lalu saya membela lelaki yang demikian. Tidak. Hanya saja, saya berpendapat, bahwa penggunaan kata “poligami” masih bisa digunakan pada kedua jenis kelamin. Akan tetapi, untuk apa ada kata “poliandri” dan “poligini”? Yang pasti, menurut saya, bukan untuk sentimentilitas antarjenis kelamin. Kata itu hadir untuk digunakan secara sewajarnya—saya tidak bermaksud menceramahi dan sentimen pada kelompok tertentu.

Setelah saya jauh dari tujuan awal, saya kembali terngiang kata “politikus”. Sekali waktu, saya banyak menemukan rangkaian kalimat seperti “Politisi Partai tertentu ditangkap KPK”, “Kasus Suap, KPK periksa Politisi Partai X”. Jika merujuk pada kata “politisi” adalah bentuk jamak dari “politikus”, maka banyak ahli politik Indonesia yang terjerat kasus korupsi. Oh iya, memang tidak semua politikus berlaku korupsi, tapi juga tidak satu politikus yang berbuat demikian. Apa karena ambisius? Atau rakus?.

***

Catatan: Artikel Bahasa ini pertama kali diterbitkan (2016) di Koran Pikiran Rakyat.