Berkesenian Untuk Perubahan Sosial yang Inklusif

Berkesenian Untuk Perubahan Sosial yang Inklusif

Animals and stylised figures

Sering kali, advokasi kebijakan yang memperjuangkan keadilan sosial mengalami kebuntuan. Upaya seperti mediasi, kampanye, unjuk rasa, dan audiensi yang menyajikan data lapangan sering kali ditolak—baik oleh masyarakat maupun oleh para pengambil kebijakan. Media arus utama pun tidak sepenuhnya bebas nilai; banyak yang tunduk pada kepentingan pemilik modal atau korporasi.

Dalam dunia yang dipenuhi statistik dan regulasi, seni menawarkan satu hal yang tak tergantikan: kemanusiaan. Ia berbicara dengan bahasa emosi, menyentuh ruang batin yang tak mampu dijangkau oleh angka atau laporan resmi. Dalam konteks keadilan sosial, seni bukan sekadar hiasan atau hiburan. Ia adalah alat perlawanan, ruang penyembuhan, dan jalan pembebasan. Seni menjadi platform yang bisa dinikmati audiens lebih luas. Karena seringkali advokasi yang konservatif hanya akan menyentuh orang atau komunitas yang sudah terlibat di dalamnya, sehingga isu tersebut hanya menggaung di ruang yang sama (echo-chamber) dan tidak pernah masuk ke ruang yang lebih luas. Nyatanya seringkali pembuat kebijakan atau media, berpijak pada pendapat populer dari masyarakat. Berikut beberapa cara seni berkontribusi dalam upaya perubahan sosial.

Seni Sebagai Cermin dan Suara Realitas

Seni berfungsi sebagai cermin yang merefleksikan kondisi sosial, termasuk ketimpangan dan marginalisasi. Air Hidup karya Monica Hapsari merupakan respons terhadap konsep air yang ia temukan saat mengikuti Residensi Visaraloka Indonesia Bertutur di Bali. Seniman asal Tangerang ini mendapati bahwa pengaruh manusia sangat besar terhadap perubahan kualitas “hidup” air dan mikroorganisme di dalamnya. Karya ini menjadi respons kesenimanan terhadap ketimpangan akses air bersih di berbagai kalangan, khususnya masyarakat bawah yang kesulitan membeli air sehat.

Narasi Alternatif dari Pinggiran

Ketika narasi arus utama gagal mewakili suara kelompok rentan, seni muncul sebagai juru bicara mereka. Musik hip-hop dari Papua, misalnya, menyuarakan realitas rasisme dan ketimpangan sosial yang kerap diabaikan di balik retorika nasionalisme. Film dokumenter Sexy Killers menggugah kesadaran publik lewat penyampaian fakta secara visual dan emosional—cara yang sulit dicapai oleh makalah akademik atau konferensi.

Edukasi yang Menggugah Kesadaran

Seni juga efektif sebagai media edukasi. Greenpeace Indonesia melalui pameran instalasi seni mengajak masyarakat memahami bahwa kesejahteraan tidak bisa hanya diukur dari angka pertumbuhan ekonomi. Pemerintah sering kali membanggakan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 5%, padahal angka tersebut tidak mencerminkan kesejahteraan yang merata di masyarakat.

Ruang Aman dan Terapi Kolektif

Bagi kelompok yang mengalami trauma, seni menyediakan ruang aman untuk berbagi dan memulihkan diri. Art Speaks Justice, inisiatif seni dari AKSI Keadilan Indonesia, konsisten menghadirkan isu-isu sensitif yang menyangkut kelompok marjinal. Program ini berawal dari pameran seni yang melibatkan para pengguna narkotika sebagai inisiator, dan pernah menyelenggarakan skrining kesehatan jiwa bekerja sama dengan Rumah Sakit Jiwa Marzoeki Mahdi.

Seni Sebagai Perlawanan

Seni juga bisa menjadi bentuk intervensi langsung di ruang publik. Mural legendaris Tuhan Aku Lapar bukan sekadar grafiti—ia merupakan pernyataan politik yang menggugah nurani kolektif soal kemiskinan dan pembungkaman. Lagu Bayar Polisi dari Sukatani menjadi bentuk perlawanan nyata yang bahkan sempat dihapus dari berbagai platform musik karena dianggap mengganggu.

Kesimpulan: Seni Tidak Pernah Netral

Seni tidak pernah netral. Ia berpihak—dan dalam banyak kasus, memang harus berpihak—pada mereka yang tidak bersuara, tidak terlihat, dan tidak diperhitungkan. Seni melampaui batas statistik dan teknokrasi, menyentuh nurani, serta membuka ruang baru untuk memperjuangkan keadilan sosial. Di tengah dominasi wacana kekuasaan, seni hadir sebagai pengimbang yang membawa harapan dan kemungkinan perubahan nyata. Apabila sebuah seni bersikap apolitis, maka itupun adalah sebuah sikap politisnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *