Nicholas Chevalier (1828 – 1902)
Citeureup
jauh sebelum Ibu bernama kisah
kuhanyutkan hidupku ke tepian
Citeureup yang agung
dan banjir membawaku sampai
ke kelokan muara Cisadane
yang dalam arusnya menenggelamkan
ingatanku tentang
w
a
j
a
h
mu;
ingatan masa silamku, Ibu
ingatan tentangmu lenyap
bersama batu-batu
jauh di dasar sungai
air
m
a
t
a
ku.
: sekarang Ibu adalah Dayang Sumbi
sekarang Ibu adalah mitologi
sedang aku adalah Sangkuriang
sedang aku telah menjadi dendang
kehancuran yang tak pernah usang
bergelut di gelanggang
kenangan.
Cibata
1
ibu telah menjadi waktu
ketika kususun satu per satu
puzzle hidupku
lalu dalam gempuran badai masa lalu
kutantang maut sejengkal di hadapanku
selalu kucari Ibu
tapi yang kudapati hanya haru
selalu kucari Ibu
tapi yang kutemui hanya abu
2
ketika kususun satu per satu
puzzle hidupku, Ibu telah menjadi
waktu
dan ketika kulumat waktu
dalam kalbu, Ibu telah menjadi
semu
selalu kucari Ibu
selalu kucari Ibu
lalu perlahan-lahan kubangun candi
namun gagal kembali ke diri
lalu perlahan-lahan kubangun punden
namun gagal kembali ke batin
akan terus kucari Ibu
akan terus kucari Ibu
walau Ibu telah hilang
dalam kisah hidupku.
Gunung Wangun
ketika bertapa menghadap angkasa
Ibu telah menjadi hujan
yang tak pernah reda &
menenggelamkanku di lembah
derita
ketika bertapa menghadap angkasa
Ibu telah menjadi badai
yang tak pernah usai &
memporakporandakan jiwaku di rumah
waktu
dan ketika bertapa menghadap angkasa
Ibu telah menjadi kematian
yang terpenggal pisau hidupku
dengan lembut-lekang bernama
kelam.

