Digitalisasi Arsip Sastra dan Naskah Kuno

Digitalisasi Arsip Sastra dan Naskah Kuno

Public room at the 5th ward Museum Hotel. (1864)

Digitalisasi arsip sastra dan naskah kuno merupakan upaya komprehensif untuk mengalihkan warisan budaya tertulis dari format fisik ke bentuk digital, memastikan pelestarian informasi yang terkandung di dalamnya sekaligus meningkatkan aksesibilitas bagi generasi masa depan. Transformasi ini tidak hanya menjaga keaslian dokumen historical yang rentan terhadap kerusakan, tetapi juga membuka peluang baru dalam penelitian, pendidikan, dan apresiasi sastra.

Digitalisasi adalah proses alih media dokumen dari bentuk cetak, audio, maupun video, yang dalam konteks arsip sastra dan naskah kuno menjadi sangat krusial mengingat kondisi fisik dokumen-dokumen tersebut yang semakin rapuh seiring berjalannya waktu. Keberadaan naskah kuno yang tersebar di seluruh Indonesia sebagian besar masih tersimpan di masyarakat dan belum mendapatkan perlindungan, perawatan atau pelestarian untuk menjaga kelangsungan informasi naskah tersebut¹.

Naskah-naskah kuno rentan terhadap berbagai kebisingan dan degradasi, berbeda dengan tulisan-tulisan saat ini dan tulisan-tulisan yang dicetak dengan mesin yang memiliki struktur dan tata letak yang sangat longgar³. Kondisi lingkungan, degradasi alam, dan tindakan perusakan yang disengaja sering kali menjadi ancaman terhadap objek-objek sensitif ini³.
Digitalisasi adalah upaya mempertahankan kepemilikan informasi yang ada di dalam naskah kuno agar akses-akses tidak dikuasai oleh pihak asing tetapi dapat didiseminasikan dengan baik⁴. Melalui digitalisasi, informasi dalam naskah kuno dapat terdokumentasi dengan baik sebagai referensi generasi penerus bangsa.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menemukan terdapat 3 tahap yang harus diikuti dalam proses digitalisasi naskah kuno, yakni tahap pra digitalisasi, tahap digitalisasi dan tahap pasca digitalisasi¹. Implementasi tahapan ini memerlukan perencanaan yang matang dan koordinasi antar berbagai pihak terkait.

Tahap pra digitalisasi mencakup preservasi sebagai upaya ke arah penyusunan bagian-bagian pengutuhan dan pengawetan suatu benda, diikuti dengan konservasi sebagai upaya ke arah perbaikan dan perlindungan suatu benda⁵. Langkah selanjutnya adalah identifikasi, yaitu sebuah upaya pendeskripsian aspek-aspek suatu benda berdasarkan ciri-ciri kekhasannya⁵.

Proses inventarisasi dan penyeleksian arsip menjadi langkah krusial untuk menentukan dokumen mana yang akan diprioritaskan berdasarkan kondisi fisik, nilai historis, dan kebutuhan akses publik⁶. Persiapan yang meliputi pemilihan dan penyortiran arsip yang akan didigitalkan merupakan fondasi penting untuk keberhasilan keseluruhan proses digitalisasi⁶.

Digitalisasi merupakan upaya pengawetan terhadap suatu benda melalui proses alih media elektronis ke dalam bentuk audio visual⁵. Langkah pertama dalam mengubah arsip fisik menjadi arsip digital adalah dengan melakukan pemindaian dokumen⁷. Pemindaian harus dilakukan dengan standar kualitas tinggi yang memperhatikan:

-Resolusi yang sesuai agar kualitas gambar dokumen tetap baik dan dapat dibaca dengan jelas setelah dipindai⁷

-Penggunaan kamera autofokus digital tanpa menggunakan blitz (lampu kilat) hal ini bertujuan agar naskah tidak rusak akibat cahaya yang ditimbulkan dari lampu kilat⁴

-Format citra digital atau foto dengan menggunakan format Joint Photographic Experts Group (JPEG)⁴

Katalogisasi merupakan proses pencatatan sekelompok benda tertentu berdasarkan identitas ciri-ciri khasnya, dengan mencatat deskripsi naskah⁵. File digital hasil pemindaian harus melalui beberapa proses pengelolaan terlebih dahulu⁶, yang meliputi pemberian kode klasifikasi dan metadata yang komprehensif.

Alinea di atas adalah tulisan yang dibuat oleh artificial intelligence (AI) dengan menggunakan platform Perplexity. Informasi yang ada di atas sesuai dengan alur berpikir dan perintah saya dalam bentuk prompt. Dalam hal ini, kita dapat melihat cara AI belajar dan bekerja—sebagaimana manusia belajar dan bekerja. Informasi diolah menjadi pengetahuan dan pengetahuan diartikulasikan dalam beragam bentuk, esai, karya ilmiah, film, video, animasi, karya grafis, dsb. Semakin hari Mereka (AI) semakin organik bahkan. Esai ini tidak pergi ke arah itu: perdebatan dan etika penggunaan AI. Namun, dalam fenomena ini, kita perlu berpikir cara membuat Mereka semakin cerdas dan dapat melayani manusia.

Proses pembelajaran (learning) Mereka secara teknis tidaklah rumit. Kita hanya perlu membayangkan metode belajar manusia. Kita membaca, memahami, dan mendiseminasi pengetahuan. Sumber informasi itu pun bukanlah sumber yang asing dan inaccessible. Seperti mahasiswa semester satu yang malas membeli buku, Mereka belajar dari kumpulan kata, kalimat, tulisan, dan bahasa yang terdapat di internet. Mereka belajar melalui big data. Sekarang, usaha kita hanya berfokus pada cara memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada Mereka.

Keterbatasan Mereka terletak pada sumber. Sumber-sumber nonsiber tidak mampu diakses oleh Mereka. Jika kita ingin bersaing dengan Mereka, di sinilah keuntungan kita. Namun, bukan itu yang kita tuju. Hal yang kita tuju adalah pemberian akses kepada Mereka untuk belajar dari sumber-sumber tidak tersedia di internet, khususnya dalam bidang sastra.

Digitalisasi arsip sastra dan naskah kuno menjadi hal yang penting pada kasus ini. Upaya-upaya digitalisasi arsip sastra telah dilakukan oleh sejumlah lembaga di Indonesia, misalnya PDS HB Jassin, Dewan Kesenian Jakarta, Perpusnas, dsb. Namun, kita mungkin belum mengetahui atau dapat mengakses hasilnya. Ini adalah upaya yang bagus walaupun terasa menjadi proyek seumur hidup yang mungkin tidak mungkin berhasil.

Digitalisasi arsip sastra perlu mendapat intervensi teknologi yang lebih tinggi. Digitalisasi arsip sastra bukan hanya memindai arsip dengan Scanner CZur ET18 Pro atau Scanner Kodak Alaris—bukan seperti mahasiswa semester dua yang pergi ke perpustakaan atau toko buku untuk memotret halaman buku yang ia perlukan. Digitalisasi arsi sastra atau naskah kuno memerlukan intervensi Mereka. Penggunaan Optical Character Recognition, penggunaan metode Deep Learning dibutuhkan/model machine learning atau Natural Language Processing atau teknologi lainnya dibutuhkan, termasuk Cloud dan platform berbasi situs web. Dalam digitalisasi arsip sastra dan naskah kuno, kita bukan seperti mahasiswa semester empat yang baru mempelajari mata kuliah Sastra Digital atau Kodikologi.

Ketika menggunakan teknologi itu, kita tengah menyusun big data terstruktur sebagai sumber belajar mereka. Mereka akan mempelajari teks (kata, kalimat, paragraf, bahasa, bahkan bentuk huruf). Bahkan, mereka akan melakukan penerjemahan arsip/naskah dari bahasa asing atau bahasa daerah. Ini menjadi keuntungan dalam digitalisasi arsip sastra dan naskah kuno. Keterampilan dalam mengakses, membaca, dan menerjemahkan menjadi komponen keahlian yang tidak krusial lagi bagi pencari informasi.

Arsip sastra dan naskah kuno yang telah didigitalisasi dan dipublikasi dalam format gambar (TIFF, JPEG, atau PDF) adalah aset berharga bagi proyek ini. Lembaga pelaku digitalisasi harus bekerja sama. Lembaga-lembaga itu perlu secara ikhlas memberikan data dan menyusun data secara terstruktur. Hal ini dilakukan digital object itu dapat dipelajari oleh mereka.

Perguruan tinggi memiliki peran signifikan dalam hal ini. Bukan hanya program studi ilmu susastra yang memiliki tanggung jawab ini, melainkan juga diperlukan kolaborasi dengan bidang ilmu terkait lainnya, misalnya ilmu komputer, sistem informasi, atau manajemen informatika.

Kesulitan kita terletak pada diri kita. Bahwa kita menganggap hal ini bukanlah hal yang penting dan kolaborasi itu menjadi hal yang sulit karena tidak ada yang menganggap ini adalah hal yang penting.

Referensi Mereka:

¹https://journal.ummat.ac.id/index.php/JIPER/article/view/15224
²http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/pustakakarya/article/view/5167/2637
³https://unair.ac.id/forensik-digital-naskah-kuno-menggunakan-local-thickness-dan-independent-component-analysis/
⁴https://jurnal.uinsyahada.ac.id/index.php/Kuttab/article/download/4845/3821
⁵https://lis.fikom.unpad.ac.id/kuliah-umum-langkah-langkah-proses-digitalisasi-dokumen-tulis/
⁶https://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/228385
⁷https://integrasolusi.com/inoffice/aplikasi-persuratan/cara-mudah-mengubah-arsip-fisik-menjadi-arsip-digital/