Balada Terong
Alfred Russel Wallace dulu hobinya ngayab
lalu nyasar ke Nusantara
Di sana ia meregang-melahirkan Survival of The Fittest; konsep hukum rimba
Lalu dunia nyaris bergetar.
Setelah ia mati, dunia kembali bergetar sebab terong ini tumbuh di atas kuburannya,
tepat di atas penisnya.
Kelakar petani Baby Boomer pada Genzi
“Tapi coba bayangkan bila pulau-pulau yang disebut Negara ini hanyalah kumpulan terong yang diikat tengkulak
dan kamu hanyalah segerombol lalat, ulat, trhips, kutu-kebul yang bernaung di ujung daun;
menunggu dibasmi pestisida-Aparat
setiap kali ingin mencicip
atau coba-coba mengintip harga pasar, mengeluhkan kenaikan pajak, menggambar sawah yang tinggal kesah.”
Maka
Gas, air mata,
balada ampun sepanjang musim
Genzi terbahak
“Kita mungkin cuma segerombol makhluk kecil mungil-merengil yang ditakdirkan lahir di daun Terong;
sekejap menyalami hidup, kemudian pergi lagi
belum sempat melahap buah”
Coba lihat kuburan Wallace
Mungkin besok benar-benar bergetar
sebab di sini bakal lahir kembali konsep hukum rimba dalam bentuk Negara?
besok
atau besoknya lagi.
Mungkin besok,
tak ada.
.
Sehari Bersama Pak Darmanto Jatman di Kebun Terong
Dengan apa lagi mesti menamai hari dengan cara sendiri
sedang pelajaran mencintai matahari tak lagi bernaung di ladang-ladang
Aku toh jadi sering memusuhi matahari;
Revolusi hijau itu, katanya
sejak 70-an membikin kulit jadi cepat cokelat
terbitnya seolah tak lagi tertib
menggores garis-garis ungu pada tomat
membuat kudisan kambing-kambing
serta makhluk bernama Politisi yang makin hitam bergeliat
di atas nota-nota pupuk subsidi kecamatan
“Aha, hasrat kebendaan umat sawo matang
terlalu memanjakan kita,” kata Terong
Ia telah membikin tanah-tanah subur dengan hujan
lalu membikin anak Lurah jadi suka menganggur.
Menari jedag-jedug 17 jam sehari
diguyur saweran, disrupsi
Byuuuur!
“Kamu mesti pandai membuat alat-alat dapur yang digerakkan tenaga matahari
Di samping unit nuklir demi memenuhi hasrat pengetahuan dan kebendaan umat
Tapi jangan berkata:
Kita ganti saja tenaga matahari dengan satelit dan sinar-sinar ultra
supaya siang tidak terik dan kulit jadi cokelat,” Kata pak Dar.
Tapi sejarah generasi sekarang tak sudi lagi mimpi-mimpi macam beginian
Matahari dipaksa terbit tak lagi tertib
Era disrupsi teu era-era
AI lebih pandai mencintai matahari!
.
Berguru Pada Petani Pare
Jangan lupakan mereka
yang bekerja keras setiap hari
dengan penuh kesadaran;
panen yang mereka hasilkan
tak pernah berbuah manis
meski bekerja sepanjang terik
mereka tetap mencintai matahari
“Dalam suka atau duka
kaya atau papa”
kata si Melbi
sampai musim panen memisahkan
membelah jiwa raganya
Kembali ke akar, kembali ke akar
Sluuuup!
Seorang biasa yang meminjam dan menetap pada tubuh lelaki. Kini berusaha memaskimalkan nafas, tubuh, gerak, hidup yang telah dipinjaminya.