Houses at Auvers – Vincent van Gogh (Dutch, 1853-1890)
Indonesia Padamu Selamat Malam
halo, Indonesia!
problematika hidupmu sejak tahun 1945
sampai tahun 2025
hanya menguntungkan anak-anakmu
di kalangan elite saja
jangan pilih kasih! walau kami dari kalangan alit
kami ini tetap anakmu & kami juga menyayangimu
sial, kami tak bisa mengutukmu
walau amarah merasuki diri kami
kamu tetap Bapak, kamu kepala keluarga
cukup, Indonesia!
mari refleksikan kembali hidupmu
apakah kemerdekaan anak-anakmu
hanya untuk saudara kami di kalangan elite itu?
atau kami kalangan alit juga dapat kemerdekaanmu?
& kami tak memerlukan jawabanmu!
buktikanlah! baktikanlah! sebagai seorang Bapak
sebagai seorang Raja yang paripurna.
Tak Ada Indonesia di Desaku
1
di bawah pohon jambu yang ditanam Bapak 80 tahun yang lalu
Ibu membuka kisah, sambil meletakkan kopi punyaku:
(langit mendung & berawan – angin bersemilir di antara dedaunan)
“…ada yang lebih mengerikan
dibandingkan waktu, anakku
yaitu kehilangan makna
—-kemerdekaan—-
atas hidup yang baru..”
3
seusai Ibu berkisah, aku merasa tak ada Indonesia di desaku
& ketika kutatap bayang wajah Bapak di sela rerimbun
dedaunan pohon jambu, yang ia tanam 80 tahun yang lalu
aku semakin yakin bahwa Indonesia telah melupakan nyanyian alam
& tak lagi mengenal rumah kenangan.
Hari ini Puisi Kembali
hari ini puisi kembali
Ibu, sudah lama kami menanti
sejak Indonesia memerdekakan diri
kini kemerdekaan itu harus segera direvisi
80 tahun lamanya kami pendam rindu
melewati badai prahara & keluar masuk
medan laga yang serupa mahabarata
(mati di dalam peperangan lebih adil & bijaksana, Ibu
dibanding hidup dalam dusta kemerdekaan)
hari ini kami ikrarkan diri
bahwa puisi harus kembali
ke gelanggang medan laga
& keluar dari goa kalbu
yang purba: mereimajinasi
kembali kemerdekaan
Indonesia
sudah tiba waktunya, Ibu
biarkan kami melawan Bapak
relakan kami menjadi kesatria:
menuntaskan haru biru
untuk masa depan anak-cucumu.