dok. simpul raya
Omong-omong soal komunitas maupun kelompok kreatif di Kabupaten Bogor, kami teringat riungan acara kolektif yang bertajuk Mengintip Arah Barat, diinisiasi oleh Kawan Lembaga Suka-suka pada bulan Desember 2021, yang banyak dihadiri oleh pegiat dan berbagai komunitas kreatif yang berdomisili di sepanjang jalan dari Dramaga sampai Jasinga. Apa yang dibahas dalam riungan acara tersebut hanya kegelisahan, kekhawatiran, dan nuansa pesimistis yang titik-tolaknya bermuara pada harapan ekosistem komunitas kreatif yang berkesinambungan di Kabupaten Bogor. Dalam riungan Mengintip Arah Barat itu, seorang Kawan merespons dan membikin tulisan dalam bentuk zine yang dibagikannya secara gratis pada acara tersebut. Begini akan kami kutip sedikit bahasannya:
“…sudah waktunya! Inilah waktunya! Semua ruang mesti berembuk dan merumuskan jalannya bersama, semua kelompok membikin titik-temu bersama, dan semua ruang Bagian Barat atau Arah Barat yang sedang menempuh pengembaraan, kembali dan pulang ke rumah asalnya, lalu mendobrak kemungkinan-kemungkinan bersama, agar terselenggara satu wadah pembelajaran kreatif yang bisa menemani riuh-riang-ruangnya Kota-Bogor (namun ingat, bukan usaha menandingi atau usaha saling menjatuhkan. Melainkan agar bergandengan bersama-sama mewujudkan mimpi beserta harapannya masing-masing).
.…Dengan membikin simpul-simpul ruang kreatif bersama di Kabupaten Bogor, Arah Barat, Timur, Selatan dan Utara, akan meringankan tugas Kota dan dapat menghibur sekaligus dapat membantu jalan kreatifnya. Inilah guna timbang-menimbang bersama, tarik-ulur bersama, dan proses asah-asih-asuh yang juga bersama!.”
Berhubungan dengan itu, hemat kami, sampai sejauh ini kata-kata Bung Karno yang meminta (cukup) 10 pemuda untuk mengguncang dunia masih berupa metafora, setidaknya itu yang dirasakan masyarakat di Kabupaten Bogor. Jangankan mengguncang dunia, Bogor pun tak bergerak barang selangkah meski banyak sekali pergerakan pemuda kreatif di sini secara masif! Jika ditanya alasan terus bergerak untuk Bogor, pemuda-pemuda kreatif itu selalu memiliki fondasi dan rumusan masalah yang mereka bawa dari lingkungan sekitar mereka.
Yapsss! Maka, jangan ditanya soal komunitas pergerakan di Bogor, yang selama ini terus gerasak-gerusuk merasakan berbagai kegelisahannya masing-masing, mereka sangat banyak menyebar di segala penjuru. Sayangnya, mereka belum tergerak untuk bergerak ke arah ekosistem yang berhubungan, membikin titik temu bersama, dan melahirkan ruang bersama.
Pada akhirnya, ada secercah harapan baru, geliat dari berbagai komunitas dan pergerakan yang mulanya selalu bergerak masing-masing di (Kabupaten) Bogor itu, kini mulai menjelma mata air yang pada akhirnya berkolaborasi membentuk sebuah telaga, dengan upaya dan harapan besarnya ingin membawa Bogor pada perhatian dan pencapaiannya secara bersama. Katakanlah mata air dari berbagai penjuru Kabupaten Bogor ini, mulai dari tengah, selatan, barat, timur, dan bahkan utara mulai merancang gelombang-gelombang alirannya secara bersama untuk tujuan yang sama, seperti halnya wujud telaga, terbentuk dari simpul-simpul kecil (mata air) menjadi (telaga besar) Simpul Raya.
Namun, percayalah yang mereka namai Simpul Raya ini adalah sekumpulan kegelisahan masyarakat yang termanifestasi meski haha-hihi yang terlihat. Dan percayalah, yang menakutkan dari kegelisahan adalah ketika yang terdengar bukanlah protes, tapi justru haha-hihi yang di dalamnya mungkin tersembunyi sebuah pemikiran matang, menampung progres tujuan serta capaian yang kontinu. Benarkah demikian?
Etalase Komunitas Kreatif di Kabupaten Bogor
Menyetir obrolan bersama Zody Prasetyo, salah seorang simpul dari Cilebut Art Project yang masuk ke Simpul Raya Kabupaten Bogor, memaparkan tentang apa dan bagaimana itu Simpul Raya. Simpul Raya diartikan sebagai wadah kolaboratif yang menghimpun komunitas kolektif lintas disiplin, terutama yang berada di Kabupaten Bogor.
Simpul Raya sendiri lahir ketika beberapa komunitas menggelar acara diskusi pada tahun 2023, yang diinisiasi Kabekraf (Komite Kabupaten Bogor Ekonomi Kreatif), di hunian wilayah simpul Salira Seni, tepatnya di Villa Puncak-Bogor. Diskusi yang dihadiri simpul-simpul (sebutan untuk komunitas-komunitas yang mengikuti kegiatan Simpul Raya) pada kegiatan tersebut melahirkan banyak ide, salah-satunya adalah pertemuan rutin yang akan digelar di wilayah komunitasnya masing-masing, dan pertemuan tersebut sifatnya arisan (kocokan).
Menanggapi hal itu, siapa pun akan merasa terkagum dengan pergerakan ini. Pada saat berbagai komunitas asyik dengan kegiatan dan tujuan masing-masing, mereka kembali menyibukkan diri dengan acara tambahan ini. Entah apa yang menjadi semangat mereka. Yang terbaca kemudian adalah semacam penyatuan dan penyamaan “nasib” komunitas di Bogor yang berjuang, berdarah-darah, dan bertahan hidup demi keberlanjutan visi.
Lagi dan lagi, semoga ini adalah perjalanan harapan, dengan adanya simpul yang diinisiasi oleh Kabekraf pada awalnya ini menjadi secercah sinar walaupun, pada kenyataan sosialnya, siapa pun mungkin akan mengira-ngira dan bahkan saling menuduh bukan itu tujuan mereka berkumpul dalam simpul: sebagaimana kita ketahui, persatuan dari suatu pergerakan, apapun bidang dan tujuannya, pasti akan memicu kecurigaan-kecurigaan komunitas lain yang berada di luar kesatuan pergerakan itu sendiri. Itulah “ekosistem gibahan” tanpa kerja kritik-saran yang masih menyelimuti ekosistem kreatif di Kabupaten Bogor. Dan kami rasa itu perlu didobrak, dan dobrakan itu sedang ditempuh Simpul Raya. Bagi kami ini sangat menggembirakan.
Kabekraf pada awalnya memang mengumpulkan mereka para simpul yang bergerak di bidang ekonomi kreatif itu, sudah pasti dengan tujuan tertentu. Bisa saja berniat membekali mereka dengan bimbingan teknis, seminar, dan pelatihan-pelatihan ekonomi kreatif. Itu terbukti, simpul-simpul itu akhirnya dikumpulkana kembali pada pertengahan tahun pada acara seminar Fasilitasi dan Pendampingan Sertifikasi Profesi Pelaku Usaha Ekonomi Kreatif di Kabupaten Bogor, tepatnya tanggal 4 Juni 2024 di Puncak-Bogor. Mereka dikumpulkan untuk mengikuti pelatihan manajemen organisasi, event, dan pengembangan kompetensi ekosistem ekonomi kreatif. Sangat mulia! Upaya ini sungguh sangat membantu para pekerja kreatif untuk melanjutkan pemertahanan tubuh mereka di simpul ekonomi kreatifnya masing-masing.
Berlanjut! Di sela tujuan Kabekraf mengumpulkan mereka, para simpul ini memiliki siasat lain untuk terus dapat bersilaturahmi. Sebutan Simpul pada pertemuannya yang pertama, tepatnya di Villa Puncak kemudian berganti menjadi Simpul Raya pada kegiatan selanjutnya yang digelar di komunitas Gatot Kaca, Klapanunggal, Bogor Timur, yang kemudian kebagian kocokan pertama sebagai ruang silaturahmi. Kegiatan yang digelar di Gatot Kaca tersebut juga melahirkan ide-ide baru, salah satunya adalah kegiatan SaSiNo (Sana Sini Sono).
Lucu memang penamaan kegiatan ini, tak perlu memahaminya lebih jauh, kita bisa langsung menerka bahwa isi kegiatan ini adalah semacam “tour”. Simpul Raya akan melakukan perjalanan ke-sana, ke-sini, dan ke-sono. Yang menarik adalah para pemirsa mereka di media sosial masing-masing akan menyaksikan segenap perjalanan tersebut. Harapannya, mungkin untuk sakadar memberikan informasi yang menarik di tempat penyelenggaraan kegiatan SaSiNo yang berpindah-pindah. Dan tentu saja, pasti, mereka menginginkan bahwa orang-orang bisa melek tentang persoalan-persoalan yang bukan milik mereka.
Sebulan kemudian, SaSiNo digelar di Parung Panjang sebagai pertemuan selanjutnya, tepatnya 19 Oktober kemarin. Beberapa komunitas hadir membersamai SaSiNo sebagai komitmen mereka. Salah satunya komunitas Cilebut Art Project yang diwakili Zody. Pada kesempatan ini, Zody menyampaikan pada redaksi tentang segala hal yang dilakukannya pada kegiatan tersebut, dan juga menjelaskan persoalan simpul-simpul dari Simpul Raya sebetulnya sudah “settled” di wilayahnya masing-masing. Artinya, yang menjadi laboratorium adalah komunitas-komunitas itu sendiri, Simpul Raya hanya hadir sebagai etalase yang akan menampilkan gagasan yang mereka bawa.
Meskipun, menurut Zody, pada kegiatan yang mereka jalankan, tak ada tema spesifik semacam sarasehan dan diskusi, tak menutup kemungkinan pembicaraan yang berat dan berbobot bisa hadir di sela haha-hihi mereka. Artinya, kerja berpikir menjadi tujuan tersirat perkumpulan ini. Persoalannya ialah, kerja berpikir ini hanya akan menjadi angin lalu, jika tak di-dokumentasi-kan dalam laku catatan. Segala hal yang mungkin dibicarakan dan dipikirkan solusinya, pada akhirnya akan mengepul bersama asap-asap rokok. Bayangkan, asap-asap rokok itu dihembus begitu saja bersama kekecewaan, tak terekam dalam arsip bersama.
Zody sempat mengatakan kebanyakan mereka sudah merasa capek, meskipun beberapa persoalan bahkan sempat viral di hunian masyarakat tiap simpul masing-masing. Tak heran, karena upaya protes, solutif, dan kritik saran yang ditelurkan sama sekali belum direspons sebagai tindakan serius oleh yang berkepentingan. Tak heran juga, kegiatan ini akan menjadi wahana rekreasi pelepas lelah. Siapa pun boleh datang dan bercengkrama, bersilaturahmi untuk sekadar memuntahkan energi sisa perjuangan mereka.
Kehadiran simpul-simpul yang tergabung dalam Simpul Raya pada harapannya, sebagaimana penjelasan Zody, ingin membawa Bogor menjadi lebih baik ke depannya, meskipun tak muluk-muluk, hanya mengenai gagasan-gagasan yang dihimpun secara bersama itu dapat menyelesaikan persoalan di wilayahnya masing-masing khususnya, umumnya guna membantu menyelesaikan persoalan masing-masing itu secara bersama.
Di Etalase Karya Kreatif Selalu Ada Celah Bagi Etatisme
Sebenarnya tulisan ini sudah selesai pada bahasan tentang Simpul Raya di atas. Namun, kami rasa, sebagai saudara yang sama-sama bermukim di Kabupaten Bogor, dan sebagai bentuk dukungan kami kepada riungan Kawan-kawan Simpul Raya, tulisan lanjutan ini semoga dapat menjadi refleksi bersama sekaligus wahana untuk saling mengingatkan satu sama lain.
Sebabnya, kami tiba-tiba terpikir tentang persoalan etatisme yang dalam artian kami sendiri — mengacu pada dominasi pemerintah dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi kreatif, seringkali menjadi sorotan dalam konteks perkembangan industri kreatif yang melemahkan nilai-nilai kreatif, kebebasan masyarakat, dan pelaku kreatif itu sendiri. Dalam konteks Simpul Raya ini, juga sangat mungkin dalam etalase karyanya terdapat beberapa potensi celah bagi etatisme (bahkan dimensi politisasi, mengingat Pilkada sudah sangat dekat) menyusup, yang tentu saja akan menjadi hambatan sekaligus ketidakharmonisan para simpul ke depannya.
Misalnya saja tentang maraknya pemerintah yang seringkali memiliki narasi sendiri tentang pengembangan industri kreatif, dan kadang tidak sejalan dengan aspirasi komunitas kreatif atau katakanlah pemerintah tidak mencoba mengais aspirasi komunitas kreatif. Ditambah muncul pula kekhawatiran dari inisiatif komunitas kreatif yang mulai bergantung pada dana pemerintah. Hal ini tentu membuat simpul rentan terhadap perubahan kebijakan dan kepentingan politik yang setiap pergantian kekuasaan mengalami perubahan total strukturnya.
Oleh karena itu, kami rasa, Kabekraf yang menaungi Simpul Raya perlu memberikan ruang yang lebih luas bagi simpul-simpul atau komunitas kreatif yang ada di dalamnya untuk mengelola kegiatan mereka secara mandiri, tanpa menghambat pengembangan proyek-proyek kreatif Simpul Raya yang bersifat eksperimental, dan sebagainya. Sebab Kabekraf memiliki peran krusial dalam menaungi dan mendukung Simpul Raya ini. Sebagai lembaga yang secara khusus dibentuk untuk memajukan ekonomi kreatif di wilayah Kabupaten Bogor, Kabekraf memiliki tanggung-jawab untuk menciptakan ekosistem yang kondusif bagi tumbuh kembangnya simpul komunitas kreatif.
Kabekraf harus berperan sebagai fasilitator dalam menghubungkan berbagai pihak yang terkait dengan ekosistem kreatif, mulai dari pemerintah, pelaku usaha, akademisi, hingga masyarakat umum. Tentu juga, mengalokasikan anggaran untuk mendukung berbagai kegiatan kreatif, seperti pameran, workshop, dan bahkan residensi. Kami harap, dengan adanya Simpul Raya, Kabekraf dapat memberikan wewenang yang lebih besar kepada masing-masing simpul kreatif dalam mengambil keputusan terkait kegiatan mereka. Menyediakan mekanisme pendanaan yang lebih fleksibel dan tidak terlalu birokratis. Dan yang tidak kalah penting, membantu dalam membangun jaringan kerja sama dengan berbagai pihak, seperti lembaga swadaya masyarakat, perusahaan swasta, dan perguruan tinggi, untuk mendukung kegiatan dan pembelajaran komunitas kreatif secara kontinu.
Dan begitulah memang, Kabekraf sebagai instansi resmi di Kabupaten Bogor sudah mestinya memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung perkembangan Simpul Raya. Tanpa inisiasi Kabrekraf, mungkin sedikit mustahil komunitas kreatif di Kabupaten Bogor bersilaturahmi dan membikin satu simpul bersama. Sebab studi kasus dan prosesi demikian sudah sejak lama dilakukan dan malahan menjadi harapan-impian beberapa komunitas, dan selalu gagal karena jika inisiasi ajakan riungan itu atas nama komunitas A misalnya, komunitas B, C, Z, dan seterusnya, yang sudah mapan secara umur dan visi, akan sulit menurunkan egonya masing-masing.
Yapsss! Sekali lagi, dengan menciptakan lingkungan yang kondusif, memberikan ruang yang lebih luas bagi komunitas kreatif, dan mendukung proyek-proyek eksperimental, Kabekraf dapat berkontribusi dalam membangun ekosistem kreatif yang dinamis dan berkelanjutan di Kabupaten Bogor. Jika demikian, kami ada di garda terdepan mendukung prosesi riungan itu.***
Pada suatu waktu menziarahi Bogor: ruang hidup telah kembali ke akar dan kembali ke sumber!