(Dok. Bogor Folk Festival)
Apa yang terpikir oleh kita sekaligus bayangkan ketika mendengar istilah Musik Folk? Lalu apa yang pertama kali tertuju serta terlintas dalam pandangan kita bersama ketika mendengar sebuah acara yang bertajuk Bogor Folk Festival? Jawabannya mungkin akan kita temui bersama hari ini di Kedai Kopi Saparemaja, pada hari minggu tanggal 28 januari 2024. Sebab, di tempat itu, beberapa kelompok dan individu musisi yang menamai dirinya sebagai “Musisi Folk” tengah membikin riungannya dengan tajuk yang amat sangat menarik ialah, Bogor Folk Festival. Mari merapat datang dan saksikan bersama.
Tentunya, hal tersebut merupakan sebuah gebrakan atau wahana menarik dalam kancah fenomena permusikan di Bogor. Entah, semoga kami tidak luput, riungan semacam itu sepengetahauan kami, baru pertama-kali hadir-mengalir di Bogor yang jelas-jelas mengais tujuan utamanya hendak mengumpul-riuangkan para musisi yang berkecimpung dalam wahana folk itu sendiri. Menyangkut isi, tujuan, dan sebagainya, sudah semestinya kita lemparkan pada mereka sekalian dengan pesta pertanyaannya agar tereaksi jawabannya.
Apa dan bagaimana sebenarnya musik folk itu? Sampai mana batasan-batasan kategori musik yang bisa dibilang folk? Lalu, untuk apa dan bagaimana tujuan Kawan Musisi mengadakan Bogor Folk Festival? Apakah akan ada komposisi album bersama, atau akan dirunut-catatatkan dalam bentuk pengarsipan sekaligus pencarian bersama mengenai jalan-panjang geliat musik folk Bogor? Sejalan dengan itu, apakah Kawan Musisi juga hendak memperkenalkan kembali tokoh-tokoh musisi-musisi folk dan indie di hunian Bogor? Atau hanya untuk membentuk suatu ekosistem khusus dalam suatu kalangan berisi interaksi antara musisi folk dan para penggemarnya?
Secara singkat, pertanyaan itu sudah disebar-luaskan di laman-sosial instagram @bogorfolkfest oleh para musisi yang menggagas acara (Bogor Folk Festival), mereka menguraikan: apa yang kita bicarakan ketika kita membicarakan Folk? Boleh jadi cerita yang merakyat. Boleh jadi musik yang merakyat. Boleh jadi segala hal yang begitu akrab dengan kehidupan kita dan nyaris tidak pernah bisa terlepaskan. Di abad 20 Folk dikenal sebagai musik murni yang dekat dengan kehidupan masyarakat dari pelbagai kalangan. Musik Folk dikenal dengan ciri yang sederhana, bebas, kritis, dan puitis. Musik ini juga diinsyafı sebagai musik yang memengaruhi corak-corak musik lainnya.
Dan apa yang kita bicarakan ketika kita membicarakan Folk? Musik Folk belum mati. Sejatinya ia telah melebur dalam semua unsur yang ada hingga hari ini. Di Kota Bogor, dengan dihimpitnya kelatahan budaya pop yang kian berganti setiap waktunya, ternyata masih banyak solo/grup musik yang bertahan memainkan musik folk secara independen. Bermodalkan gitar bolong dan lagu-lagu sederhana ciptaan sendiri, gaung-gaungnya masih terdengar dari parit, kamar kos, hingga tongkrongan warung kopi.
Akan tetapi keberadaan solo/grup musik folk di Kota Bogor seolah terpisah dan terkesan berjuang sendiri. Dan dari permasalahan tersebutlah Bogor Folk Festival yang diinisiasi oleh pelaku musik folk itu sendiri hadir sebagai media untuk saling terhubung dan bergerak bersama. Sebab kamu boleh saja tampil sendiri, namun sebetulnya #kamugaksendiri
Kenapa mesti Folk? Pertanyaan seperti itu kerap bersambang saat kami mulai menginformasikan Bogor Folk Festival. Sebetulnya, ini bukan hanya tentang musik sendu; kopi dan senja. Bukan. Bukan seperti itu. Folk, baik musik dan budayanya adalah apa yang kita jumpai di setiap harinya. Hal-hal yang tidak pernah bisa terpisahkan. Perihal musik, sangat curang dan naif bila hanya mengartikan folk sebagai musik sendu; kopi dan senja – anak unda indi pada zamannya. Musik Folk adalah musik yang akrab dengan telinga semua kalangan. Musik yang membicarakan apa yang dialami oleh semua kalangan. Folk tidak terikat pada satu corak musik saja, ia telah melebur pada corak-corak musik lainnya. Maka bila membicarakan folk, sejatinya adalah musik dan budaya yang sangat luas dan tidak pernah ada habisnya.
Bogor Folk Festival hanyalah acara kecil-kecilan yang sudah pasti dengan seyogianya kesederhanaan dan apa adanya. Kami berkeinginan untuk bisa bergerak secara bersama dengan semangat independen dalam menciptakan ruang bebas yang setara. Siapa saja boleh andil. Apalagi, jika teman-teman ingin membantu kami dalam bentuk sumbangan berupa fisik atau barang yang bisa bermanfaat untuk bersama di acara Bogor Folk Festival.
Musik, Folk, dan Selayang-pandang Bogor
Sebagai media propaganda, sebenarnya kami (Halimun Salaka) merasa sedikit ditumbalkan, sebab mendapat bagian untuk omon-omon eih omong-omong pada perhelatan riuangan para musisi sekaligus para pegiat-kreatif dan seniman Bogor, apalagi horor-seramnya bahasan yang menyangkut musik dan folk, yang sama sekali tidak sangat kami geluti dengan tekun.
Tapi, sebagai media propaganda, tentu itu bukan persoalan yang merumitkan, heihee. Dengan begitu, kami akan mencoba sedikit memulai mengompori Kawan sekalian. Pertama, jika kita melihat folk dalam artian musik kerakyatan, sederhana dalam hal aransemen, instrumen, dan kita cenderung mengedepankan folk yang diimpor seperti kata “folk” Itu sendiri, bukankah akan ada peristiwa tumpang-tindih yang walaupun sebenarnya tidak ada masalah, namun ini menarik untuk di-ulas-bahas bersama. Maksudnya begini, bukankah akan lebih menarik lagi jika folk yang diimpor itu, kawin dengan musik rakyat lokal (yang juga memiliki tingkat kesederhanaan dan berisi kerakyatan dengan mood dan taste-balada), misalnya?
Nah, tentu itu akan berbeda cerita jika akhirnya riungan ini memutuskan untuk membincangkan perihal (apa dan siapa saja) Musik Folk di Bogor. Mungkin riungan ini tidak perlu peduli pada fenomena folk hasil imporan dan folk hasil lokalan. Kita tinggal cari referensi saja di berbagai media pencarian, apa dan siapa saja, yang menurut media pencarian tersebut, termasuk musisi folk asal Bogor atau musisi folk di Bogor. Tidak perlulah kita pusing-lieur diskusi soal musik, folk, dan Bogor. Dengarkan saja karya mereka para musisi folk itu, lalu apresiasi, dan bantu serta dukung mereka selalu. Maka persoalan itu akan cepat selesai.
Sebab, sepembacaan kami mengenai fenomena Folk dari pelbagai sudut, gerak, jarak-jangkauan pandangannya, rasanya yang dapat kami serap ialah tentang musik folk yang mengacu pada musik etnik atau musik tradisional. Musik yang sangat erat kaitannya dengan dunia etnografi. Itulah mengapa, mesti ada corak musik folk yang berbeda-beda di setiap wilayahnya: misal dari kota, suku, negara bahkan sampai benua. Hal ini mungkin yang membuat musik folk sangat kaya dalam instrumen, persoalan tune, pelafalan dan lain sebagainya, bahkan mungkin dari segi metode produksinya. maka, sudah seharusnya musik folk ini dengan sewajarnya merepresentasikan kreatifitas dan kearifan lokal suatu masyarakatnya.
Itulah mengapa, jika riuangan Bogor Folk Festival hendak membahas pendalaman-keluasan terkait hubungan musik, folk, dan selayang-pandang Bogor, tentulah rangkaian kata “Musik Folk Bogor” akan jauh lebih menarik kita bincang-debat-diskusi-kan, ketimbang rangkaian apa dan siapa saja “Musik Folk di Bogor”. Sebab Musik Folk di Bogor pada acara Bogor Folk Festival sendiri akan dihadirkan langsung beberapa musisi folk di Bogor itu sendiri yang sudah lama konsisten menekuninya. Prosesinya tinggal dengarkan bersama, apresiasi, bantu dan dukung mereka, sambil duduk manis menikmati kopi dan berbatang rokok, atau sambil memandang “aksi musisinya”.
Dalam kaca-mata kami, sangat mungkin sekali jikalau riungan ini membahas Musik Folk Bogor yang tentu persoalan input-output-nya akan berbeda dengan musik folk Bandung atau Jakarta, misalnya. Kami membayangkan ada tinjauan lanjutan setelah para musisi silaturahmi dan mereaksi nuansa khas (masyarakyat) Bogor yang hadir di dalam lirik lagu atau dalam instrumen dan aransemen lagu bernuansa khas Bogor. Setidaknya mulai dapat diketemukan secara spesifik hal-hal yang berbeda Folk Bogor dengan Kota-kota lainnya. Sebab, sejauh ini pasti sudah banyak dari Kawan Musisi kita melakukan transformasi lirik dan fenomena-peristiwa yang terjadi di Bogor, dan bahkan sudah maksimal energi yang diupayakannya. Namun, lagi dan lagi akankah kita sudah menemukan secara spesifik hal-hal yang berbeda dari Musik Folk Bogor itu sendiri dengan musik-musik folk di Kota lainnya?
Sebagai seorang awam di perduniaan musik, ketika mendengarkan musik folk (Bogor khususnya), kami masih sulit membedakan apa yang dapat dimaknai dalam kerja folk dan perbedaan apa saja ketika mendengarkan genre atau musik lainnya seperti pop, swing, jazz, dan lain-lain. Belum ada yang menandakan dan memberikan nuansa berbeda, misalkan membawa semangat kerakyatan dan kesederhanaan racikan bersama kecapi-pantun yang dikolaborasi-kombinasikan dengan alat musik impor, dan atau lain sebagainya.
Bagaimana kalau Bogor Folk Festival hadir sebagai ide untuk membahas apakah folk yang akan hadir di BFF adalah Musik Folk Bogor atau Musik Folk di Bogor? Bagaimana sambil memperkenalkan kembali musisi folk, kita juga bisa menawarkan upaya-upaya pengisian ruang kreatif untuk folk misalkan menghadirkan kembali jejak-jejak folk Bogor dalam putaran waktunya dan dihadirkan rentetan arsip perjalanannya hadir-mengalir sampai hari ini. Bagaimana kalau capaiannya, selain merawat ekosistem, kita juga bisa membuat semacam diskusi, antara masyarakat pendengar, para musisi, dan ekosistem kesenian lainnya yang ada di Bogor, sebagai ruang kolaborasi-diskusi?
Sebagai penutup, propaganda ini akan kami tutup dengan setetes saran, kami rasa untuk para musisi sekalian ialah perlunya kerja residensi mengenai jalan panjang Bogor agar terjadi alih-wahana dalam bentuk musik, lirik, dan sebagainya. Sebab, melalui prosesi itu akan terjadi pengarsipan bersama, komposisi permusikan yang juga bersama-sama. Bahkan, kalau tak berlebihan, akan terjadi geliat permusikan yang mengait-hubungkan dengan kerja kesenian lainnya, misal dari kesuastraan, seni visual-gambar dan rupa, teater, dan seterusnya.***
Pada suatu waktu menziarahi Bogor: ruang hidup telah kembali ke akar dan kembali ke sumber!