SERIAL RAMADHAN: SELAMAT BERBUKA PUISI

Ramai/ doa-doa keluar dari sarangnya/ mengisi pojok kesunyian// waktu puasa di ruang puisi/ semua orang serentak menyerahkan diri// Kami sepakat menahan hawa-nafsu, Tuhan, dalam perjalanan panjang labirin-Mu/ bersama angin, kami putar lagu rindu, kami panjatkan puncak kangen itu. (“Waktu Puasa di Ruang Puisi” – TTF- 2021-2024).

Ramadhan tiba. Pembelajaran hidup manusia akan tiba kembali ter-asah, ter-asih, dan ter-asuh melalui puasa. Ramadhan dan Puasa bagai gerhana bulan memeluk matahari: prosesi kerinduan seorang hamba (pemeluk agama islam khususnya) kepada penciptanya (Allah SWT) untuk mengolah kembali pembelajaran kehidupan yang sering tak terkendali ujung batasan-batasannya, seperti hasrat dan hawa-nafsu yang menggunung – bahkan memuncak, dan sebagainya, merujuk pada fitrah manusia.

Lalu terlintas dalam proses kreatif kami mengenai kegiatan Ramadhan kali ini mesti di-bagaimana-kan, ya? Nah! Setelah di-proses-rumuskan, akhirnya kami menyepakati serumpun ide ramadhan kali ini untuk mengolah kegiatan-pembelajaran dalam laku puisi: dengan menghadirkan rubrik (Serial Ramadhan) Berbuka PuisiEitsss, apa dan bagaimana maksud Berbuka Puisi?

Berbuka Puisi ter-ilham-i ketika kami membayangkan dari sekian banyak proses menyantap menu hidangan sewaktu berbuka puasa itu, kami tergerak untuk ikut menyediakan ruang yang menampung hidangan berupa puisi sebagai teman menyantap takjil. Ditambah, kita ketahui bersama, dunia spiritual-religius sering menghampiri kita pada Bulan Ramadhan: tadarusan, solawatan, hanca-quran, dan seterusnya. Pembayangan itulah yang entah seperti menuntun kami untuk menyediakan rubrik (serial ramadhan) Berbuka Puisi.

Maka, kami mengajak kepada siapapun untuk merefleksikan kehidupan puasa ini ke-dalam wujud puisi. Mengenai isinya, puisi-puisi (di rubrik Serial Ramadhan Berbuka Puisi) tentu akan berkutat seputar ramadhan dan puasa melalui wujud puisi, lepas bagaimana para penyair merefleksikannya, kami tak akan ikut-campur dan memberi catatan-catatan khusus lainnya. Pokoknya sebebas-bebas penyair saja, yang penting peristiwa dan fenomenanya berkutat pada ramadhan dan puasa.

Sejalan dengan itu, tentunya setiap penyair memiliki kesan, pesan, dan pandangan-perenungannya sendiri ketika memesrai puasa di bulan ramadhan ini. Dan wahana puisi (Serial Ramadhan Berbuka Puisi) ini akan kami hidangkan di web halimunsalaka.com nantinya setiap menjelang berbuka puasa, rutin menyapa pembaca setiap harinya, sampai ramadhan berakhir. Sebab, kata Sapardi, kita bukan Nabi yang bersabda, maka bersajaklah – maka berpuisilah.

Akibatnya, menyetir tulisan seorang kawan, Syahruljud Maulana, yang diterbitkan Halimun Salaka (baca: berkisah kehidupan puisi), kecenderungan puisi ditulis akan terus menggali kedalaman, baik dari segi spiritual-religius maupun pola-gaya pengucapan kepenyairannya, khazanah estetikanya sendiri dan berbagai cara memandang dunia serta memberi makna kehidupan di sekelilingnya, baik yang teralami-dialami maupun disaksikan, baik yang kelihatan maupun yang gaib, baik yang kontekstual maupun yang terlibat, baik yang remeh-temeh maupun yang luhur; dan yang terpenting ialah dapat terasakan suasana dinamik dari pergulatan yang penuh tantangan maupun yang bergelut dengan penghayatan habis-habisan, yang lalu kemudian puisinya diperkenalkan kepada masyarakat sastra dan kehidupan puisi.

Dengan demikian, upaya-upaya ini semoga menjadi penyegaran yang berbeda selain kultum menjelang berbuka puasa. Puisi-puisi pilihan yang nanti akan kami hidangkan dalam Berbuka Puisi ini, semoga bisa menjadi alternatif hidangan bagi jiwa-jiwa yang dahaga, dari ujian selama Bulan Ramadhan, maupun hal-hal yang mengendap di luar bulan Ramadhan.

Maka, kami kira berbagi takjil bukan hanya bisa dilakukan di jalan, ke rumah-rumah, atau di tempat ibadah, atau bukan hanya makanan dan minuman jasmaniah. Berbagi takjil bukankah bisa juga berupa puisi, sebagai pelengkap yang pas untuk kita menjalani puasa rohaniah?

Syahdan! Selain upaya untuk berbagi pembelajaran melalui keresahan, ide, penghayatan, dan sebagainya itu, semoga saja kegiatan berbuka puisi ini juga bisa menjadi ladang amal tambahan untuk kita di bulan yang suci ini. Bagaimana-pun, puisi bisa menjadi makanan pengenyang bagi jiwa-jiwa yang kelaparan, selain yang utamanya: ibadah dan doa-doa. Aamiin. Semoga, ya.***

SERIAL RAMADHAN: SELAMAT BERBUKA PUISI

Ramai/ doa-doa keluar dari sarangnya/ mengisi pojok kesunyian// waktu puasa di ruang puisi/ semua orang serentak menyerahkan diri// Kami sepakat menahan hawa-nafsu, Tuhan, dalam perjalanan panjang labirin-Mu/ bersama angin, kami putar lagu rindu, kami panjatkan puncak kangen itu. (“Waktu Puasa di Ruang Puisi” – TTF- 2021-2024).

Ramadhan tiba. Pembelajaran hidup manusia akan tiba kembali ter-asah, ter-asih, dan ter-asuh melalui puasa. Ramadhan dan Puasa bagai gerhana bulan memeluk matahari: prosesi kerinduan seorang hamba (pemeluk agama islam khususnya) kepada penciptanya (Allah SWT) untuk mengolah kembali pembelajaran kehidupan yang sering tak terkendali ujung batasan-batasannya, seperti hasrat dan hawa-nafsu yang menggunung – bahkan memuncak, dan sebagainya, merujuk pada fitrah manusia.

Lalu terlintas dalam proses kreatif kami mengenai kegiatan Ramadhan kali ini mesti di-bagaimana-kan, ya? Nah! Setelah di-proses-rumuskan, akhirnya kami menyepakati serumpun ide ramadhan kali ini untuk mengolah kegiatan-pembelajaran dalam laku puisi: dengan menghadirkan rubrik (Serial Ramadhan) Berbuka PuisiEitsss, apa dan bagaimana maksud Berbuka Puisi?

Berbuka Puisi ter-ilham-i ketika kami membayangkan dari sekian banyak proses menyantap menu hidangan sewaktu berbuka puasa itu, kami tergerak untuk ikut menyediakan ruang yang menampung hidangan berupa puisi sebagai teman menyantap takjil. Ditambah, kita ketahui bersama, dunia spiritual-religius sering menghampiri kita pada Bulan Ramadhan: tadarusan, solawatan, hanca-quran, dan seterusnya. Pembayangan itulah yang entah seperti menuntun kami untuk menyediakan rubrik (serial ramadhan) Berbuka Puisi.

Maka, kami mengajak kepada siapapun untuk merefleksikan kehidupan puasa ini ke-dalam wujud puisi. Mengenai isinya, puisi-puisi (di rubrik Serial Ramadhan Berbuka Puisi) tentu akan berkutat seputar ramadhan dan puasa melalui wujud puisi, lepas bagaimana para penyair merefleksikannya, kami tak akan ikut-campur dan memberi catatan-catatan khusus lainnya. Pokoknya sebebas-bebas penyair saja, yang penting peristiwa dan fenomenanya berkutat pada ramadhan dan puasa.

Sejalan dengan itu, tentunya setiap penyair memiliki kesan, pesan, dan pandangan-perenungannya sendiri ketika memesrai puasa di bulan ramadhan ini. Dan wahana puisi (Serial Ramadhan Berbuka Puisi) ini akan kami hidangkan di web halimunsalaka.com nantinya setiap menjelang berbuka puasa, rutin menyapa pembaca setiap harinya, sampai ramadhan berakhir. Sebab, kata Sapardi, kita bukan Nabi yang bersabda, maka bersajaklah – maka berpuisilah.

Akibatnya, menyetir tulisan seorang kawan, Syahruljud Maulana, yang diterbitkan Halimun Salaka (baca: berkisah kehidupan puisi), kecenderungan puisi ditulis akan terus menggali kedalaman, baik dari segi spiritual-religius maupun pola-gaya pengucapan kepenyairannya, khazanah estetikanya sendiri dan berbagai cara memandang dunia serta memberi makna kehidupan di sekelilingnya, baik yang teralami-dialami maupun disaksikan, baik yang kelihatan maupun yang gaib, baik yang kontekstual maupun yang terlibat, baik yang remeh-temeh maupun yang luhur; dan yang terpenting ialah dapat terasakan suasana dinamik dari pergulatan yang penuh tantangan maupun yang bergelut dengan penghayatan habis-habisan, yang lalu kemudian puisinya diperkenalkan kepada masyarakat sastra dan kehidupan puisi.

Dengan demikian, upaya-upaya ini semoga menjadi penyegaran yang berbeda selain kultum menjelang berbuka puasa. Puisi-puisi pilihan yang nanti akan kami hidangkan dalam Berbuka Puisi ini, semoga bisa menjadi alternatif hidangan bagi jiwa-jiwa yang dahaga, dari ujian selama Bulan Ramadhan, maupun hal-hal yang mengendap di luar bulan Ramadhan.

Maka, kami kira berbagi takjil bukan hanya bisa dilakukan di jalan, ke rumah-rumah, atau di tempat ibadah, atau bukan hanya makanan dan minuman jasmaniah. Berbagi takjil bukankah bisa juga berupa puisi, sebagai pelengkap yang pas untuk kita menjalani puasa rohaniah?

Syahdan! Selain upaya untuk berbagi pembelajaran melalui keresahan, ide, penghayatan, dan sebagainya itu, semoga saja kegiatan berbuka puisi ini juga bisa menjadi ladang amal tambahan untuk kita di bulan yang suci ini. Bagaimana-pun, puisi bisa menjadi makanan pengenyang bagi jiwa-jiwa yang kelaparan, selain yang utamanya: ibadah dan doa-doa. Aamiin. Semoga, ya.***

Berdoa Sebanyak yang Kamu Butuhkan dan Puisi Lainnya

Berdoa Sebanyak yang Kamu Butuhkan sayang, ketika nanti berbuka dengan makanan yang di hadapanmu terhidang menggiurkanaku ingin kita saling mudah berdoa; pertama, berikan doa-doamu kepada orang-orang...

Anak yang Menari di Balik Puasa dan Puisi Lainnya

Anak yang Menari di Balik Puasa Anak itu kembali, ia yang meliuk ketika musim mendekap puasasekarang tampak lebih tua, selebihnya serupa: urakan, keras kepala tapi tetap bersuka sebab puasa kan...

Hidangan Puisi Perjamuan dan Puisi Lainnya

Hidangan Puisi Perjamuan Adakah magrib yang kamu janjikan, di antara takjil dan hujan, di antara perjamuan dan keramaian orang berlalu-lalang. Meja yang kosong, dan kamu yang berbohong tentang dosa...

Puasa Pertama dan Puisi Lainnya

Puasa Pertama ketika menjalani puasa pertama ini,terasa bulan mati dan tahun samarhidup kembali puasa dan rakaat salatku hanya semusim,tak akan sampai mengikutimu, Muhammad:sukma dari segala maha...

Serial Ramadhan Berbuka Puisi #2: Puisi di Tengah Hidangan Berbuka Puasa

Ilustrasi @Alanwari Marhaban ya Ramadhan. Untuk mengawali pengantar kegiatan Berbuka Puisi edisi #2 tahun ini, kami sepakat mengatakan bahwa puisi begitu dekat dengan puasa dalam beberapa hal...

E-Book Serial Ramadhan Berbuka Puisi

Semudah apa kita bisa menemukan puisi? Mungkin pertanyaan retoris itu tak penting dan tak ada gunanya. Tapi, pertanyaan itu menjadi demikian karena kita secara tak sadar sudah memahami jawabannya...

Menerka Prosesi Puasa – Menelusuri Jalan Puisi

ilustrasi @alanwari Ketika di-hadapkan dengan persoalan puisi, kadang kami ingat Chairil Anwar yang putus asa, ..yang merangkaki dinding buta/ tak satu juga pintu terbuka, meminjam seutas puisinya...

Selamat Berbuka Puisi & Selamat Berbuka Puasa

ilustrasi @alanwari Download Majalah di sini: Serial Ramadhan Berbuka Puisi Semudah apa kita bisa menemukan puisi? Mungkin pertanyaan retoris itu tak penting dan tak ada gunanya. Tapi, pertanyaan itu...

Hari Lebaran

ilustrasi: @alanwari Hati yang menari lewat barisan perasaan: Rindu padaMu tak kunjung usai, menyatu dalam taburan doa dan nyanyian, sunyi . seperti riungan di bundaran meja makan yang membuahkan...