Sebuah Masjid 632-Masehi
suatu malam, jagat diselimuti cahaya
para sufi berbondong-bondong
datang dari Timur, dari Barat,
dari Selatan, juga dari Utara
berkumpul di satu masjid
yang berpusat di inti Bumi:
632-Masehi
masjid yang begitu ramai itu
terasa sunyi, tak seorang pun bicara
dan mengeluarkan suara
yang terdengar hanya hembusan
napasnya masing-masing
sementara angin serupa zikir mendinginkan suasana
merasuki tubuh sang marbot yang sedari
tadi di teras masjid bertugas
menghaturkan para sufi untuk masuk
dan menduduki saf-nya masing-masing
marbot itu lalu tiba-tiba berteriak, “kepergiannya penuh
cahaya! ini bahkan serupa pesta cahaya
yang turun dari surga. Lihatlah, lihatlah!”
para sufi yang membersamai sunyi
kini mulai gaduh, saling melirik satu sama lain
—saling melirik satu kelompok ke kelompok lain.
Di sela-sela kegaduhan itu, seorang sufi berkata:
“Ya, Nur, Ya Muhammad, Ya Rasul kami.
Ke mana lagi mesti kami tempuh pengembaraan ini?”
“kepergiannya penuh cahaya! ini bahkan
serupa pesta bermiliar cahaya sayap malaikat
yang turun dari surga,” seru marbot kembali begitu keras.
para sufi yang mulai gaduh itu bertambah rusuh
saling memanjatkan doanya dengan suara,
memandang ke langit, saling menyaringkan
gema zikirnya masing-masing, ke puncak
langit ilahi: “Ya Allah, Ya Tuhan kami.
Ya Nur, Ya Muhammad, Ya Rasul kami.
Ke mana lagi mesti kami tempuh perjalanan ini?”
“Para sufi sekalian yang saya hormati. Kepergiannya penuh
cahaya! ini bahkan serupa peleburan makna matahari
dan bulan. Ini perayaan alam-semesta.
Ini atas kehendak-Nya, atas segala kebesaran-Nya,
dan atas kasih-sayang-Nya yang tak terhingga kepada
umatnya untuk melangsungkan ajaran-Nya.”
Setelah berbicara marbot itu tiba-tiba tersadar,
linglung, melihat ke kanan dan kiri, sunyi,
tak ada orang ramai, tak ada para sufi,
tak ada pesta cahaya, hanya terlihat langit-langit
gudang kamar masjidnya yang gelap. Mimpi.
Sepanjang Puasa
Aku memandang langit, Ya Allah
terasa jiwa miskin tak berdaya
Namun nafsu yang menyelimuti
raga terus memburu dengan 1001
keinginan, selain ampunan dan hidup
aman, semoga hari depan terberkati
karunia kasih-Mu
untuk jalan setapak sunyiku, terjal di sisi jurang berbatu rindu.