Merenungkan Ramadhan
Hembusan angin yang liar, deras hujan yang kian panjang
memeluk mimpiku yang singkat: ketika Ibu membangunkanku
terperanjat rasa syukur yang kian nikmat
Makanan yang dihidangkan dengan senyumnya
kian lengkap seperti doa yang dipanjatkan tiap malam
tak pernah putus, segalanya tak pernah kudapat
tak akan terulang
—selain di bulan ramadhan:
waktu di mana berjalan dengan lambat
membuatku merenungkan hidup, merasakan kehadiran-Nya
dan aku merasakan kekosongan yang mendalam
Tapi juga kepuasan yang tak terhingga
ketika aku merasakan ridho dan nikmat-Nya.
Setelah Sahur
Deru angin menusuk tulangku
tatkala riuh merdu suara tahrim
Jiwa-jiwa letihku yang layu
mencoba merayu langit dengan doa
di atas dosa yang mudah diterima
Seperti layaknya ibrahim aku ingin berserah diri
mengharap ridho dan ampunan-Mu
Ayat-ayat cinta yang suci berusaha kulantunkan
Di sela-sela risau yang berkicau, aku juga ingin
seperti ayyub yang sabar di kala sakitnya
menerima cobaan dengan hati lapang terbuka.