Negaraku yang Pertama dan Puisi Lainnya

Negaraku yang Pertama dan Puisi Lainnya

dok. halimunsalaka


Negaraku yang Pertama

2
ketika aku lahir ke dunia
sebagai bayi
ragaku tanah jiwaku air
yang merawat jantung pegunungan
dan lautan darah

ketika aku tumbuh dewasa
tanah ragaku air jiwaku
adalah negaraku yang pertama
yang menyiram sel pohon-pohon
menjaga napas hewan dan terumbu-karang

Dan aku baru menyadari
sampai saat ini, negaraku
tanah-air jiwa-ragaku
yang dipimpin akal-pikiran
dan kalbu-perasaan
yang menugaskan dewan mata,
gubernur hidung, bupati telinga,
camat tangan, kades kaki,
agar mengurus lambung rakyat
menyediakan makanan setiap hari
tak pernah berhenti.

3
Aku tak mengerti, sampai saat ini
dan mengapa begini
tentang negaraku yang kedua
—memaksa menjauhkan diriku
dengan negaraku yang pertama

alih-alih menyulap gunung dan laut
dalam pertunjukan sirkus
alih-alih memeriahkan hidup
dengan komedi tepuk jantung

Negaraku kadang-kadang serupa Indonesia
yang terus menerorku agar menuruti
undang-undang dasarnya,
yang maknanya berbunyi:
semua orang mesti memakai
beribu-beribu topeng,
beratus-ratus topeng,
berjuta-juta topeng.
Karena hidup di sini, akan sulit
menentukan siapa dirimu,
Ke mana nalurimu,
dan apa fitrahmu.

4
Berdasarkan analisis prosesi tinjauan
mungkinkah negaraku akan lenyap
bersama- seiring berjalan cepatnya waktu,
persempitan ruang, dan ketika
semua orang bernapsu menghamba
kekuasaan, lalu berlomba-lomba
memburu mangsa di mata senapan kematian.
Kehidupan telah mencapai batas!

5
Dan semua buku-buku nasib
yang dibaca maupun ditulis
manusia telah menjadi rahasia di pemakaman,
dan kedalaman misteri lautan. Sebab-
Tuhan tak menyukai konsep sebuah
Negara yang kaku! Ujar Niccolo Machiavelli kepadaku.

***

Nyanyian Tanah Air

I
Bagimu Negeri, Bagimu janji
Namun bagiku adalah duri

Bagimu Negeri adalah janji untuk mengabdi
Namun bagiku duri yang setiap hari
menusuki relung hati

Dahulu, memang bagiku juga Negeri
bagiku juga janji, dan masih kupegang
untuk mengabdi

Namun ketika kau ciptakan
duri di abad ini, beralihlah
bagiku menjadi duri
Sebab hasratmu untuk menguasai
merubah Negeri menjadi duri
duri dalam janji melenyapkan
semua yang mengabdi

Apakah bagimu masih Negeri dan
masih janji? Bagiku telah menjadi duri!

II
Bagimu satu nusa satu bangsa
Bagiku satu nusa satu bencana
Tanah Air pasti jaya lanjutmu
Lanjutku Tanah Air dilanda bencana

Dahulu, bagiku dan bagimu sama-sama satu bangsa
Namun ketika jalanmu menghamba kekuasaan
dan jalanku menyusuri keindahan
Kita mulai berbeda memaknainya

Bagimu bangsa pusaka, bangsa tercinta
Namun pusaka itu kau jadikan senjata
berkuasa yang ditutup-tutupi oleh cinta
Bagiku itu bencana bangsa, bencana luka
yang gelap keberadaannya

Satu bahasa, bela bersama lanjutmu sambil
mengangkat bendera kemenangan
Satu bencana, berbagai luka lanjutku sambil
mereba-raba mata.

***

Namaku Kenangan

.

sejak tumbuh dewasa

Saudara-saudari

setanah-air

perkenalkan, namaku Kenangan

tumbuh tanpa kasih-sayang

Ibu Sejarah dan Bapak Kebudayaan

..

sebagai yatim-piatu

temanku kesunyian

lebih kelam dari peperangan

jauh benderang dari suara atom

demonstran dan bahkan senapan

polisi dan tentara yang melesat ditembakkan

sudah kuperkenalkan

Saudara-saudari

setanah-air

aku adalah Kenangan

tempat segala peristiwa

tersimpan dan terarsip

dalam memori

ingatan:

secuil perebutan kekuasaan

kalian, perampasan tanah

kelahiran kalian, semua itu

kusimpan di lemari bernomor

kesekian… #2.0.2.4

….

jika kalian lupa

Saudara-saudari

setanah-air

aku akan kembali datang padamu

memperkenalkan lagi hidupku

sebagai Kenangan.

…..

2024