Bogor Kiwari, Kenes!

dok. galeribumiparawira


Bogor kiwari (sekarang) memang sedang kenes-kenesnya, asyik mematut diri, menebar pesona hingga banyak orang datang untuk sekedar berkunjung ataupun menetap selamanya. Kalau sebelumnya saya pernah menyampaikan beberapa hal tentang apa yang ada di Bogor, pasti-pembaca berkomentar, “kok cuma segitu sih?.”

Sebetulnya banyak yang bisa dikunjungi di kota Bogor ini, karena pembangunan begitu pesat antara lain bertambahnya pusat-pusat perbelanjaan baik itu berupa mal-mal yang menawarkan gerai-gerai bermacam produk, maupun outlet-outlet di sepanjang jalar Pajajaran yang kini makin bertambah dan tak pernah sepi di-datangi pengunjung dari luar kota, sehingga menambah kemacetan lalu lintas. Banyak kafe menawarkan secangkir kopi panas dan roti hangat mengundang para pecandu kopi tidak melewatinya begitu saja.

Untuk pelayanan transportasi, kalau dulu Bogor hanya punya bus antam jemput anak sekolah yang menjadi pujaan warga masa itu yaitu bus Ton Lux, sekarang Trans Pakuan berlalu-lalang di dalam kota dengan rute-rute tertentu dan bus “Damri” siap melayani penumpang yang akan berangkat ke Bandara Soekarno Hatta. Kodok Hijau julukan buat angkutan kota, wah, jangan ditanya, bukan main banyaknya. Juga Ikut meramaikan lalu lintas di jalan besar ialah bus-bus antar kota Jurusan Sukabumi, Bandung, bahkan ke Jawa Tengah dan Sumatera.

Komplek perumahan dibangun di bekas area kebun karet di kawasan Jalan Jakarta, kemudian menyusul tanah persawahan menjadi rumah-rumah mewah dengan pemandangan alamnya yang masih asri. Seperti komplek Monte Carlo, Bogor Danau Raya, Bukit Villa Cimanggu, Villa Duta dan di beberapa kawasan lain dengan fasilitas seperti lapangan golf, kolam renang dan lain sebagainya yang menarik orang luar untuk memiliki rumah dan tinggal di Bogor. Sarana Pendidikan dari Taman Kanak-Kanak dengan biaya puluhan sampai ratusan ribu, lalu SD, SLTP, SLTA serta perguruan tinggi swasta yang cukup bermutu selain IPB ada di kota Bogor. Kalau dulu sakit sangat serius, harus “lari” ke Jakarta. Sekarang rumah-rumah sakit dengan dokter-dokter spesialis tersedia di beberapa kawasan di kota hujan ini.

Sarana untuk “memanjakan” diri seperti salon-salon kecantikan, fasilitas Spa dari mandi sauna, pijat sambil luluran, totok wajah, totok aura, sampai salon untuk anak-anak pun ada. Bogor yang dulunya acapkali diledek tidak punya bioskop bagus, padahal dekat dengan Jakarta, kini punya gedung twenty one, dengan film-film yang waktu tayangnya hampir sama dengan bioskop kota besar lainnya.

Untuk tempat kuliner, sesuai data yang saya terima, (mudah- mudahan tidak terlalu meleset), sekitar 181 gerai makanan terdapat di kota maupun kabupaten Bogor, meliputi segala jenis mie baso, masakan ayam, bermacam soto, rumah-rumah makan Padang, rumah makan Sunda, chinese food, kafe-kafe dan beberapa rumah makan waralaba. Yang saya sebutkan tadi belum termasuk angkringan kaki lima atau gerobak jajanan yang mangkalnya tidak tetap. Pokoknya anda tidak akan kelaparan meski tiba di Bogor sudah tengah malam. Pasar Bogor juga membuka pasar kaget di atas jam sepuluh malam sampai dini hari.

Sedang untuk menginap terdapat 13 buah hotel bintang, 158 buah hotel bertaraf melati, villa dan wisma di daerah kabupaten, dan 33 di Kotamadya termasuk penginapan dan wisma. Nah, nyaman kan?

Cibinong “BEDA”

Bicara tentang Bogor, tentu saja kabupaten Bogor yang terletak di kecamatan Cibinong, tidak bisa dilupakan. Kecamatan tersebut sekarang telah berubah menjadi “kota” dan merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Bogor.

Selain itu wilayah tersebut juga telah mengalami kemajuan yang pesat di segala bidang, termasuk dalam hal permukiman, perdagangan, industri dan jasa serta sektor-sektor lainnya.

Dulu Cibinong dikenal sebagai daerah pedesaan dan agraris. Bahkan konon, pemerintah kolonial Belanda mendesain Cibinong sebagai daerah sumber penghasil pangan untuk disuplai ke Batavia (Jakarta) dan Buitenzorg atau Bogor.

Bukti-bukti sebagai daerah pertanian hingga kini masih bisa dijumpai, antara lain jaringan irigasi, persawahan, perkebunan tanaman semusim dan tanaman keras masih terdapat di setiap kelurahan meskipun luasnya makin menyusut karena beralih fungsi menjadi kawasan permukiman.

Kini warga Cibinong sedang dalam perjalanan sejarahnya menjadi masyarakat perkotaan, yang berarti juga menuju proses perubahan dengan segala konsekuensi yang melekat bersamanya.

Sementara itu kata “BEDA” yang menjadi slogan kota ini menurut Camat Cibinong H. Zainal Syafruddin SIP, merupakan akronim dari Berbudaya, Ekonomis, Dinamis dan Agamis.

Heuras Genggerong, Tapi Ramah

Bogor terkenal dengan dialek sundanya yang kasar dan intonasi yang melengking, sehingga membuat orang sunda lain yang terkenal halus seperti Cianjur terkaget-kaget. Tapi sebetulnya mereka adalah orang yang ramah meski sepintas terkesan cuek. karena konon orang Bogor punya prinsip “ulah pipilueun urusan batur, lamun teu nyaho urusanana” (jangan turut campur urusan orang kalau tidak tahu urusannya). Jadi kalau di-saat Bogor sedang menata, mematut diri, lalu ada hal-hal yang agak mengganggu kenyamanan seperti polusi, kepadatan, bahkan sekarang marak spanduk-spanduk yang bertuliskan provokasi kasar, saya agak ragu. Orang Bogorkah itu? Orang Bogor terkenal ramah, anda dapat membuktikan bila anda punya kesempatan jalan pagi menyusuri jalan-jalan kecil atau gang-gang di tengah kota Bogor. Hampir dipastikan anda akan menerima sapaan ramah dari setiap penghuni, baik mereka yang sedang menyapu teras rumah, berbelanja di tukang sayur maupun menyuapi anak. Untuk para perempuan berdaster di pagi hari, akan menjelma menjadi anggun berjilbab ketika mereka mengikuti acara-acara pengajian, tanda mereka juga peduli bersosialisasi.

Percaya atau tidak pembaca, ternyata menurut pengamatan dan “studi banding”, (sahabat saya tertawa geli mendengar saya memakai istilah ini), warga Bogor paling senang mengadakan reuni. Dalam setahun hampir setiap bulannya beberapa komunitas sosial menggelar temu kangen. Ada “reuni alumni SMA”, ada “acara kangen- kangenan warga”, lalu minggu selanjutnya “halal bihalal SMP”. Yang membuat takjub katanya ada reuni alumni sekolah dasar.

Komentar sepupu saya, “Hebat juga masih ingat mantan teman- teman SD, ya ?”. Soalnya yang bikin reuni itu orang-orang yang usianya rata-rata sudah setengah abad lebih.

Apapun komentar yang datang, fakta berbicara, bahwa dalam setiap gelar silaturahmi tersebut, acap kali menyangkut berbagai komunitas yang berlainan suku, budaya, agama, karena sesuai historis, bahwa ternyata banyak warga Bogor asalnya adalah para pendatang yang lalu membaur menjadi satu dan benar-benar merasa telah menjadi warga Bogor. Banyak di antara mereka yang turut mengharumkan kota Bogor, sebut saja Imelda Fransisca Miss Indonesia 2005 yang juga menyandang gelar runner-up Miss ASEAN 2005, tujuh pelajar kota Bogor yang berhasil merebut juara Olimpiade Sains tingkat provinsi Jawa Barat, dua atlet asal kabupaten Bogor Shandow Nasution dan Glenn Victor yang telah memecahkan rekor Sea Games dengan menyumbangkan dua medali emas dalam PON XVII di Kaltim, lalu ada Davina Evangeline dan Adi Triyana dari Kota Bogor yang meraih gelar juara dunia 3ª Street Basketball Competition di Nanjing China 23-25 Agustus 2008 (Radar Bogor, Kamis 28 Agustus 2008).

Lalu sejumlah artis lain yang berasal dari Bogor seperti Dudy Iskandar, Yana Yulio, Sahrul Gunawan, Ferdy “Element”, Nabila Syakieb dan Almarhumah Alda Risma meramaikan blantika selebritis di media massa dengan talentanya yang patut diperhitungkan.

Menurut keterangan, beberapa di antara mereka bukanlah penduduk asli Bogor, tapi apakah status menjadikan mereka tidak diakui sebagai warga Bogor, padahal kenyataan berbicara bahwa Bogor memang kota pendatang dan siapapun yang bertempat tinggal di sini, adalah orang Bogor yang diterima dengan tangan terbuka dan senyum lebar. Jadi percayakah anda kini, bahwa julukan heuras genggerong atau “keras bicara” untuk urang Bogor tidak sekeras hati dan penampilannya.

Lihat saja sekarang, dia sedang kenes-kenesnya!*

Penulis: Dewi Pandji

***

Catatan: tulisan ini kami ambil dari Buku Jalan Panjang Bogor olahan Dewi Pandji. Mengapa kami menerbitkannya? Sebab, wahana catatannya sangat menarik untuk kita telusuri dan pelajari bersama, terkhusus untuk ide kreatif memandang Kota, dalam hal ini mengenai program Surat-surat untuk Bogor. Dengan demikian, semoga catatan ini dapat menjadi menjadi aksi agar tereaksi catatan baru.