Buka Bersama Pewarta
pewarta cuaca hari ini absen
sedang buka bersama di ruang gulana
mengambil dua buah kurma dan satu gorengan
katanya itu cukup untuk menahan petaka
tapi, magrib tidak pernah berbohong
melihat Pewarta jalan tergontai ke etalase
warung nasi memilih lauk-pauk atau takluk:
pramusaji tetap siap untuk
menyambut sehangat isu terkini
Pewarta tetaplah pewarta,
coba menata kembali bahan prediksi cuaca
namun masih dibayangi ruang gulana
menahan hasrat ingin buka bersama
Pewarta tetaplah pewarta,
benar kata pramusaji di warung nasi
setiap warta selalu ada wacana
entah satu-dua kata, atau tanpa kata:
atau bahkan nyanyi sunyi
kebobrokan negara
pewarta tetaplah pewarta,
terus berupaya transkrip cuaca pakai cita-cita
sedangkan isu dan cuaca
terkini kian menghantui
hendak menikam hidupnya
sendiri.
Obituari Air Pewarta
lusa nanti pewarta dipindah-tugaskan
bukan lagi bekerja sebagai prediksi cuaca
kini lebih rumit, tentunya sangat berat:
Ia kini bertugas sebagai investigasi melankolia
metode yang dipakai berbeda
bukan lagi pakai cita, melainkan dengan cinta
pewarta sibuk mencari wistleblower
dan memilah semua paper trails
diam-diam menyusun exit plan
mitigasi semua risiko tindakan buruk
Sayangnya perwarta sulit menangis
duh, apalagi mengais
Pewarta tetaplah pewarta,
cita, cinta, kata, akhirnya
menjadi linang air mata
apalagi kini di hadapan
—gelapnya negara.