Hadiah dari Bapak
Beberapa tahun lalu
bapak pandai berjanji
Bila puasa penuh, pilihlah tiga laut paling biru
Lalu, selami tubuhmu dengan pantas
Bila tarawih penuh, bapak akan pastikan ribuan
saku yang menggantung di samping dadamu
tidak pernah dangkal
Hingga akhirnya waktu menua
Bapak kini pandai berlagak
Bila tiba waktu berbuka, bapak asyik
mengais senja dan menahannya di balik jendela
Bapak memandang lamat-lamat ujung laut
sampai waktu tarawih tiba
Tapi tetap saja, bapak melangkah menggendong
sepi dengan gelagap dan bising di kepala
Kata Ibu, bapak menghadiahiku puisi
tanpa kata.
Maret, 2025
Hadiah dari Ibu
Beberapa tahun lalu, di hari pertama puasa
Ibu menghadiahiku satu piring penuh cakrawala
Ditatanya senja, malam, bulan, bintang, bahkan hujan
Lalu ibu suguhkan padaku, tanpa boleh siapapun tangadah
Kini, senja tak lagi berasa
Malam kian gelap
Bulan dan bintang meredup
Hujan hanya sekadar basah
Apa ibu lupa menambah bumbu?
Ibu paling pandai merangkai puisi
Penuh kata:
“Lekas pulang, berbukalah bersama!”
Katanya, sambil ber-swafoto dengan bapak.
Maret, 2025