Hidangan Puisi Perjamuan dan Puisi Lainnya

Hidangan Puisi Perjamuan

Adakah magrib yang kamu janjikan, di antara takjil dan hujan, di antara perjamuan dan keramaian orang berlalu-lalang. Meja yang kosong, dan kamu yang berbohong tentang dosa dan doa. Serta air mata dan kerinduan yang sudah lama dinantikan.

Melengkapi penantian kita pada waktu perjamuan, aku yang puasa, dan kamu yang berkuasa, kekasih. Tak bertegur dan sapa bertahun-tahun. Mulut terkunci benci dan maaf yang tak tersingkap-ucap. Bibir yang pecah-pecah bilah dan hati yang terkikis tipis, sama dahaga. Adalah batas kita yang berdekap tapi tak menatap.

Hari ini, telah kubawakan sebuah puisi ini untuk melepas dahaga rindu dadamu. Kuhidangkan di antara takjil dan hujan, di sebuah perjamuan yang ramai dengan orang-orang. Kubuatkan spesial dari kata-kata penyesalan. Sebab pada puisi ini, yang doa akan terucap di sela tangis dan tawa menunggu waktu tiba.

Leuwiliang, 2025

Bolehkah Aku Meminjam Waktumu?

Bolehkah aku meminjam waktumu; yang luang dan bertebar bersama sabar, yang luas selangit yang tak beruas, yang lapang ditumbuhi ilalang, yang tertumpuk-tumpuk di muka hatimu?

Bolehkah aku meminjam waktumu; sebab aku sudah terdesak-sesak, telah terhimpit dan terus semakin sempit, terus menekan tanpa segan, serta memburu seperti sebilah peluru, yang melesat tak ragu menuju isi kepalaku?

Bolehkah aku meminjam waktumu; karena waktuku telah kugunakan sepenuhnya untuk menunggu jawaban darimu atas pertanyaanku;

Bolehkah aku meminjam waktumu? dan ufuk terbenam bersama matahari, aku habis dan pergi.

Leuwiliang, 2025