Seperti Lailatul Qadar dan Puisi Lainnya

Seperti Lailatul Qadar dan Puisi Lainnya

Seperti Lailatul Qadar

aku menunggumu, in
sebelum bulan malam ini
pualam di mataku.

maukah kau menghidupkan
jiwaku yang padam,
dengan cinta paling menyala

tak ada lagi
keraguan dalam diriku,
ketika seluruh ingatanku
bekerja hanya untuk merindukanmu

maka datanglah padaku, in
genapilah keganjilan hati ini,
agar kesunyianku sempurna;
dalam memeluk keberkahan.

Batuputih, 2025

Reportase Rindu

setelah melintasi
jembatan Suramadu,
sejumlah gerimis
tiba-tiba mengepungku

di sini,
udara makin asin,
sedang mataku merasa asing
mungkin karena kultur belum luntur

ibu, perkenankan aku pulang
perkenalkan aku kembali
pada hangat padi-padi

bertahun-tahun sunyi
yang besi itu menikamku,
dari waktu ke waktu
hingga rindu berdarah dingin
dalam diriku.

Yogyakarta, 2024

Di Laut Itu

telah kau bentang pagar keangkuhan
untuk membatasi harapan sederhana,
yang menyala di mata para nelayan;
tak lain demi sejumlah kepentingan
agar nasib yang asin makin asing

perlahan, sampan-sampan menepi
karena kehabisan nyali
camar-camar pun hanya sanggup
meratapinya dengan gugup

di sini,
karang hancur
cinta lebur
di antara deru rindu
yang disibak desir masa lalu

sedang ikan-ikan ketakutan,
memandang keruh masa depan
yang makin sepi dari jaring nelayan.

Yogyakarta, 2024

  • Lahir di Sumenep 17 Mei. Mahasiswa Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Menulis puisi dengan dwibahasa, Indonesia-Madura. Tulisannya tersebar diberbagai media, baik lokal maupun nasional. Pernah menjuarai lomba cipta puisi yang diselenggarakan Majelis Sastra Bandung (2021) Saat ini bermukim di Yogyakarta. Bergiat di Komunitas Damar Korong.

    Lihat semua pos