Kemarin 20/02/25, seperti yang sudah-sudah, puluhan kepala daerah: Gubernur, Walikota, dan Bupati dilantik dengan penuh seremoni. Senyum mereka lebar, jas dan kebaya mereka rapi, dan sumpah jabatan diucapkan dengan penuh khidmat, seolah semua masalah di daerah sekaligus tiap wilayah akan terselesaikan hanya dengan berdiri tegap dan mengulang kata-kata sakral itu tiap periodenya.
Sedangkan rakyat, seperti biasa, menyaksikan dengan perasaan campur aduk. Ada yang optimis, berharap pemimpin baru ini benar-benar akan membawa perubahan. Ada yang skeptis, karena sudah terlalu sering melihat seremoni seperti ini berakhir dengan janji-janji kosong. Bahkan ada juga yang sudah tidak peduli—karena bagi mereka, siapa pun yang duduk di kursi itu, di daerah-wilayah kekuasaannya itu, kehidupan akan tetap sama sulitnya.
Tentu, dalam pidato mereka, para kepala daerah yang baru saja dilantik berbicara tentang visi dan misi besar: pembangunan yang berkeadilan, pelayanan publik yang lebih baik, pengentasan kemiskinan, janji untuk tidak korupsi, dan seterusnya. Kata-kata ini begitu familiar, terdengar di setiap pelantikan, meskipun realitas di lapangan sering kali jauh berbeda dari itu semua.
Ketika prosesi pelantikan mereka memasuki perayaan: bersalaman, berfoto, dan huru-hara Tim Kemenangan, sementara di sisi lain jalanan di beberapa daerah-wilayah masih penuh lubang, anak-anak masih kesulitan mendapatkan pendidikan yang layak, layanan kesehatan masih terbatas, tingkat pengangguran masih merajalela, dan bahkan korupsi masih menjadi penyakit yang menggerogoti oknum pemerintahan. Tapi pada perayaan itu, semua seakan tertutupi oleh kegembiraan seremoni pelantikannya.
Bagaimana pun jalan ceritanya nanti, harapan mesti tetap ada, karena rakyat tidak punya pilihan selain berharap. Dan harapan adalah salah satu jalan panjang, yang walaupun tak berkesudahan, agar kita tidak sabar dan tidak lenyap ke dalam kematian hidup yang sia-sia. Semoga mereka para kepala daerah yang dilantik kini, menggandeng kesadaran bahwa jabatan bukan hanya soal seremoni, tetapi amanah yang berat serta tanggung jawab untuk memakmurkan rakyat. Semoga kursi empuk di kantor mereka tidak membuat mereka lupa bahwa di luar sana banyak yang menunggu bukti atas visi-misi kerjanya, bukan sekadar janji dan bahkan dustanya.